Di sisi lain, Andi, seorang warga Cipalabuh, menemukan ular sepanjang hampir satu meter di kebunnya. Ular tanah dikenal sulit terlihat karena kemampuannya berkamuflase di antara serasah dan dedaunan.
Andi, yang tak menyangka akan menemukan ular sebesar itu di kebunnya, mengungkapkan, "Ular ini sebesar tangan saya! Saya sangat terkejut melihatnya. Ular ini bisa sangat berbahaya, terutama bagi mereka yang tidak menyadarinya saat bekerja di kebun," katanya.
Menurutnya, ular tanah sering kali tersembunyi dan siap menyerang jika merasa terancam. "Saya tidak pernah membayangkan kebun saya bisa menjadi tempat yang berbahaya. Sekarang, saya selalu lebih hati-hati dan waspada setiap kali bekerja di sana," tambah Ali yang masih terkejut dengan pengalaman gigitan tersebut.
Di sisi lain, kejadian tragis menimpa Santini (50), warga Kampung Cisadane, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, yang meninggal dunia setelah digigit ular tanah. Keterlambatan dalam penanganan medis dan kekurangan Serum Anti Bisa Ular (SABU) di Puskesmas setempat menyebabkan korban tak tertolong. Kejadian ini semakin mempertegas perlunya perbaikan sistem kesehatan di daerah terpencil.
Masyarakat setempat juga mengungkapkan keprihatinan terkait terbatasnya akses pengobatan yang tepat bagi mereka yang tinggal di wilayah terpencil. "Di sini, kami sering kesulitan mendapatkan pengobatan yang cepat. Jika ada masalah seperti gigitan ular, kami harus menunggu lama sebelum bisa mendapatkan perawatan yang diperlukan," kata seorang warga setempat.
Sebagai langkah pencegahan, warga dihimbau untuk meningkatkan kewaspadaan, memeriksa area sekitar tempat beraktivitas, serta menggunakan alas kaki saat bekerja di luar ruangan. Pemerintah juga diharapkan untuk meningkatkan fasilitas medis dan ketersediaan obat penawar bisa ular (SABU), terutama di daerah terpencil seperti Baduy, agar nyawa warga dapat tertolong tepat waktu.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait