LEBAK, iNewsPandeglang.id - Santri cantik asal Lebak, Banten yang tahun ini menginjak usia 17 tahun, sebut saja SS beberapa waktu lalu memberanikan diri berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Harapannya hanya satu, berharap keadilan!.
Remaja yang telah menjadi yatim sejak masa kanak-kanak itu merasa kecewa atas lambannya proses pengaduan kasus yang dihadapinya. “Saya mohon rasa keadilan sedikit saja Pak Kaplori, obati luka saya sedikit saja, dengan menyeret pelaku ke penjara. Jangan biarkan pelaku bebas berkeliaran seperti sekarang ini,” tulis SS dalam curahan hatinya ke Kapolri.
Dalam suratnya, SS juga meminta agar orang-orang yang membantu terlapor melakukan aksi jahatnya mendapat ganjaran setimpal karena telah bersekongkol melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap dirinya. “Seret semua yang terlibat, saya takut ketemu mereka lagi, tolong penjarakan mereka, saya takut,” tulisnya menggambarkan rintihan kesedihan yang ia rasakan.
SS telah mengadukan kasus kekerasan seksual yang dialaminya ke Polda Metro Jaya pada 15 Desember 2022 lalu, namun kata SS, meski sudah berbulan-bulan, hingga hari ini tidak ada tanda-tanda kasusnya ditindaklanjuti padahal jelas-jelas menurut pengakuan SS dirinya telah menjadi korban kejahatan yang luar biasa.
“Pak Kapolri, bagi saya perkara pemerkosaan ini amat jahat, jahat sejahat-jahatnya, tak ada kejahatan lain yang amat jahat selain musibah ini, sangat jahat, Pak Kapolri.... biadab sekali,” tulisnya geram.
Laporannya pada 15 Desember 2022 lalu telah tercatat dengan nomor pengaduan LP/B/6410/XI/2022/SPKT//Polda Metro Jaya dengan SP.Lidik 4375/XII/2022 Ditreskrimum dan ditangani oleh Unit V Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
“Saya membuat pengaduan di Polda Metro Jaya terkait dugaan kekerasan seksual yang saya alami, oleh seorang kakek tua tak beradab. Sejak keluar surat perintah penyidikan hingga saat ini belum ada pemeriksaan, hingga saat ini belum ada perkembangan kasus yang menggembirakan saya,” curhatnya lagi.
Lebih lanjut SS menyatakan, dirinya sudah berulang kali bertanya kepada pihak penyidik kapan laporannya akan ditindaklanjuti, namun tak juga menemukan jawaban pasti.
“Saya merasa kasus ini seperti macet, mandek, satusnya tak berubah-ubah sejak 6 bulan lalu. Berulang kali saya tanyakan kepada Pak Sapto sebagai penyidik. Jadwalnya selalu mengunggu jadwal gelar perkara, begitu lamanya perkara ini digelar, butuh berbulan-bulan,” tulisnya dalam surat yang ia tulis pada Mei lalu itu atau hampir 9 bulan berlalu pasca ia melapor ke Polda Metro Jaya.
Selain itu, ungkap SS, seluruh bukti sudah ia berikan kepada penyidik, ia juga sudah menjalani visum dan menjalani serangkaian tes psikologi langsung oleh psikolog di P2TP2A Jakarta, namun hingga sekarang jawaban penyidik masih sama seperti bulan-bulan lalu, "menunggu jadwal gelar perkara,”
Bagi remaja belia seperti dirinya, apa yang menimpanya adalah perkara besar yang membuat hidupnya tersiksa dan trauma, untuk itu ia berharap apara penegak hukum dapat bertindak dengan cepat. Remaja 17 tahun itu juga tidak sabar ingin segera kembali ke pondok pesantren untuk menimba ilmu.
“Saya juga ingin segera kembali ke pondok pesantren Pak Kapolri, ingin medoakan ayah saya yang sudah lama tiada, saya juga ingin mendoakan ibu saya biar dia bisa hidup senang. Perkara saya ini adalah perkara besar, saya tersiksa, saya sedih, saya trauma, Pak Kaplori, saya ingin segera bebas dari perkara ini.”
Sebagai korban kekerasan seksual, ia menyadari saat ini, keluarganya hancur seperti apa yang ia rasakan. Akibat kelakuan pria yang disebut SS sebagai kakek tua tidak beradab itu, SS juga merasa masa depannya buram. Bahkan, terkadang sebagai manusia biasa, ia ingin berontak dan melakukan hal-hal ekstrim terhadap pelaku dan orang-orang yang telah membantu pelaku, demi membalaskan rasa sakit hati dan penderitaan yang kini ia alami.
Di akhir suratnya kepada Kapolri, SS meminta dengan sangat agar Kapolri bisa menyegerakan proses hukum yang sudah ia laporkan ke Polda Metro Jaya. “Melalui surat ini saya berharap Bapak Kaplori bisa menghubungi penyidik menyegerakan kasus ini ditangani, memberikan kepastian hukum bagi saya dan keluarga,” ungkapnya dengan penuh harap.
Diakui SS, penyekapan dan kekerasan seksual ia alami ketika dirinya bahkan belum genap berusia 17 tahun, terlapor mengatakan kepada SS bahwa SS mengidap penyakit bawaan jin jahat dan harus diobati, jika tidak maka korban tidak akan punya jodoh atau menikah. Namun, rupanya menurut SS semua itu hanya modus belaka, karena terlapor sejak hari itu terus memaksanya memenuhi nafsu bejatnya.
Atas kejadian itu, SS berharap keadilan dapat ditegakkan dengan menyeret terlapor ke penjara.
SS juga tidak mengerti mengenai slogan yang akhir-akhir ini menjadi tren No viral No Justice pada era sosial media seperti sekarang, begitu juga dengan istilah hukum berlaku tumpul ke atas, tajam ke bawah, ia sama sekali tidak mengerti. Baginya, dengan berkirim surat ke Kapolri, ia hanya berharap agar pelaku segera dimintai pertanggungjawaban secara hukum dan ia segera bisa menjalani kehidupan dengan lebih tenang.
“Saya hanya ini melanjutkan kehidupan secara tenang dan pelaku dihukum atas tindakan bejatnya yang telah merusak kehidupan dan masa depan saya,” tegas gadis berkerudung yang kini dalam asuhan Wakil Ketua Baznas Provinsi Banten tersebut mencurahkan harapannya.
(EG)
Editor : Iskandar Nasution