Sebagai korban kekerasan seksual, ia menyadari saat ini, keluarganya hancur seperti apa yang ia rasakan. Akibat kelakuan pria yang disebut SS sebagai kakek tua tidak beradab itu, SS juga merasa masa depannya buram. Bahkan, terkadang sebagai manusia biasa, ia ingin berontak dan melakukan hal-hal ekstrim terhadap pelaku dan orang-orang yang telah membantu pelaku, demi membalaskan rasa sakit hati dan penderitaan yang kini ia alami.
Di akhir suratnya kepada Kapolri, SS meminta dengan sangat agar Kapolri bisa menyegerakan proses hukum yang sudah ia laporkan ke Polda Metro Jaya. “Melalui surat ini saya berharap Bapak Kaplori bisa menghubungi penyidik menyegerakan kasus ini ditangani, memberikan kepastian hukum bagi saya dan keluarga,” ungkapnya dengan penuh harap.
Diakui SS, penyekapan dan kekerasan seksual ia alami ketika dirinya bahkan belum genap berusia 17 tahun, terlapor mengatakan kepada SS bahwa SS mengidap penyakit bawaan jin jahat dan harus diobati, jika tidak maka korban tidak akan punya jodoh atau menikah. Namun, rupanya menurut SS semua itu hanya modus belaka, karena terlapor sejak hari itu terus memaksanya memenuhi nafsu bejatnya.
Atas kejadian itu, SS berharap keadilan dapat ditegakkan dengan menyeret terlapor ke penjara.
SS juga tidak mengerti mengenai slogan yang akhir-akhir ini menjadi tren No viral No Justice pada era sosial media seperti sekarang, begitu juga dengan istilah hukum berlaku tumpul ke atas, tajam ke bawah, ia sama sekali tidak mengerti. Baginya, dengan berkirim surat ke Kapolri, ia hanya berharap agar pelaku segera dimintai pertanggungjawaban secara hukum dan ia segera bisa menjalani kehidupan dengan lebih tenang.
“Saya hanya ini melanjutkan kehidupan secara tenang dan pelaku dihukum atas tindakan bejatnya yang telah merusak kehidupan dan masa depan saya,” tegas gadis berkerudung yang kini dalam asuhan Wakil Ketua Baznas Provinsi Banten tersebut mencurahkan harapannya.
(EG)
Editor : Iskandar Nasution