Dadi, mantan Kepala Desa Teluk dan penerima kuasa pengelolaan lahan milik Astrid, juga menegaskan keberatannya. "Mengapa tanah kami digunakan tanpa adanya koordinasi dengan kami? Dinas Kelautan dan Perikanan sudah mengakui itu tanah milik kami saat uji petik di lapangan, tetapi kenapa mereka tetap melanjutkan tanpa izin?" ujarnya.
Dadi juga mengancam akan membawa masalah ini ke jalur hukum jika pihak terkait tidak segera menanggapi keberatan mereka. "Kami sudah menyerahkan surat keberatan kepada dinas. Jika ini terus dibiarkan, kami akan buktikan di pengadilan," tegasnya sambil menunjukkan bukti sertifikat tanah milik kerabatnya.
Di sisi lain, para nelayan yang terlibat dalam pembuatan kapal di lokasi docking mengungkapkan bahwa mereka telah menyewa lahan untuk keperluan tersebut melalui UPTD PPP Labuan dan telah membayar sewa lahan tersebut dengan jumlah sekitar Rp1.500.000.
Pada Kamis, 14 November 2024, Tim iNews mengunjungi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten untuk mengonfirmasi masalah ini. Namun, Kepala Dinas tidak bisa memberikan klarifikasi dan hanya diwakili oleh Sekretaris Dinas. Sekretaris Dinas menyatakan bahwa pihaknya akan mengadakan pertemuan terkait persoalan ini.
Namun, ketika wartawan mencoba mengonfirmasi hal ini kepada pihak UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Asep, Kepala Pelabuhan, mengaku tidak tahu-menahu tentang permasalahan tersebut dan menyarankan untuk langsung menghubungi Dinas Kelautan dan Perikanan.
Kasus ini semakin memanas dengan dugaan penyerobotan lahan yang melibatkan pihak pemerintah daerah. Kini, pihak Astrid dan masyarakat sekitar menunggu keputusan hukum terkait hak atas tanah yang diklaim digunakan tanpa izin untuk kepentingan pembangunan kapal nelayan.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait