PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten tengah dipersoalkan setelah diduga menyerobot lahan milik warga Jakarta untuk proyek pembangunan docking kapal nelayan di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Pandeglang. Proyek senilai Rp 1,2 miliar yang digelar pada 2021 tersebut kini menuai kontroversi, karena tanah yang digunakan diketahui merupakan milik pribadi dan tanpa izin dari pemiliknya.
Proyek ini semula direncanakan untuk meningkatkan kapasitas pembuatan kapal nelayan dan didanai dengan anggaran negara dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten tahun 2021. Namun, proyek yang menghabiskan dana lebih dari Rp 1,2 miliar ini ternyata tidak berfungsi sesuai harapan.
Menurut informasi yang dihimpun, pembangunan docking tersebut dilaksanakan oleh CV Menara Wangun dan diawasi oleh Konsultan Pengawas CV Zhafira Artha Konsulindo. Meski demikian, kegiatan pembuatan kapal tangkap ikan nelayan ternyata tidak dilakukan di atas fasilitas docking yang dibangun, melainkan dikerjakan oleh UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan dengan kontrak kerjasama operasional (KSO) kepada pihak ketiga.
Namun, ada masalah lain yang muncul. Diketahui bahwa lahan tempat kegiatan pembuatan kapal itu berlangsung ternyata milik seorang warga Jakarta, Astrid Jayangsari, yang memiliki sertifikat tanah dengan nomor SHM 00746. Melalui kerabatnya, Coky, Astrid menyampaikan keberatan terkait penggunaan tanahnya tanpa izin untuk proyek ini.
Proyek pembangunan docking kapal nelayan di Desa Teluk, Pandeglang, kini tengah dipersoalkan setelah diduga melibatkan lahan milik warga tanpa izin. Foto : iNews/Iskandar Nasution
"Kami menduga telah terjadi penyerobotan lahan, karena tanah kami digunakan tanpa izin dari pihak kami.Urusan pembuktiannya biar pengadilan yang memutuskan apakah tanah itu sepadan pantai atau milik kami, karena kami punya sertifikat asli," ungkap Coky baru-baru ini.
Dadi, mantan Kepala Desa Teluk dan penerima kuasa pengelolaan lahan milik Astrid, juga menegaskan keberatannya. "Mengapa tanah kami digunakan tanpa adanya koordinasi dengan kami? Dinas Kelautan dan Perikanan sudah mengakui itu tanah milik kami saat uji petik di lapangan, tetapi kenapa mereka tetap melanjutkan tanpa izin?" ujarnya.
Dadi juga mengancam akan membawa masalah ini ke jalur hukum jika pihak terkait tidak segera menanggapi keberatan mereka. "Kami sudah menyerahkan surat keberatan kepada dinas. Jika ini terus dibiarkan, kami akan buktikan di pengadilan," tegasnya sambil menunjukkan bukti sertifikat tanah milik kerabatnya.
Di sisi lain, para nelayan yang terlibat dalam pembuatan kapal di lokasi docking mengungkapkan bahwa mereka telah menyewa lahan untuk keperluan tersebut melalui UPTD PPP Labuan dan telah membayar sewa lahan tersebut dengan jumlah sekitar Rp1.500.000.
Pada Kamis, 14 November 2024, Tim iNews mengunjungi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten untuk mengonfirmasi masalah ini. Namun, Kepala Dinas tidak bisa memberikan klarifikasi dan hanya diwakili oleh Sekretaris Dinas. Sekretaris Dinas menyatakan bahwa pihaknya akan mengadakan pertemuan terkait persoalan ini.
Namun, ketika wartawan mencoba mengonfirmasi hal ini kepada pihak UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Asep, Kepala Pelabuhan, mengaku tidak tahu-menahu tentang permasalahan tersebut dan menyarankan untuk langsung menghubungi Dinas Kelautan dan Perikanan.
Kasus ini semakin memanas dengan dugaan penyerobotan lahan yang melibatkan pihak pemerintah daerah. Kini, pihak Astrid dan masyarakat sekitar menunggu keputusan hukum terkait hak atas tanah yang diklaim digunakan tanpa izin untuk kepentingan pembangunan kapal nelayan.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait