Banten 24 Tahun: Masih Terpuruk! Apakah Pemimpin Baru Bisa Membawa Perubahan?

Di Desa Cimoyan, Kecamatan Patia, masyarakat menghadapi kerusakan jalan parah yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Banyak warga terjatuh karena lubang-lubang di jalan. Video kondisi ini yang viral di media sosial menunjukkan betapa sulitnya kehidupan sehari-hari warga. Hoya Vanessa, seorang pelajar, menekankan bahwa belum ada upaya perbaikan dari pemerintah setempat.
Sebuah video viral dari Kabupaten Lebak menunjukkan warga menandu Sarnata (53), seorang pasien yang sakit, menggunakan kain sarung menuju puskesmas terdekat yang berjarak belasan kilometer.
Amid (65), seorang pasien lain, juga mengalami nasib serupa. Warga menandu Amid sejauh tiga kilometer hingga mencapai jalan yang dapat dilalui kendaraan. “Kami harus membawa Amid dengan kain sarung karena ambulans tidak bisa menjangkau daerah kami. Ia menderita pembengkakan perut akibat saraf terjepit dan perlu operasi di RSUD Malingping,” tutur seorang tetangga yang turut membantu.
Kesenjangan Ekonomi
Kesenjangan ekonomi antarwilayah di Banten juga cukup lebar. Daerah perkotaan seperti Tangerang, yang dekat dengan pusat ekonomi Jakarta, berkembang pesat, sementara wilayah pedesaan di selatan dan barat Banten masih tertinggal. Badan Pusat Statistik (BPS) Banten melaporkan bahwa jumlah warga di bawah garis kemiskinan mencapai 791 ribu jiwa pada Maret 2024, meskipun ada penurunan dibandingkan tahun sebelumnya menurut laporan BPS
Keluarga miskin di Desa Tambakbaya, Kabupaten Lebak, hidup dalam kondisi memprihatinkan di gubuk reyot di pinggir kali Ciujung. Mulyati (30) dan suaminya tinggal di rumah berdinding anyaman bambu yang bolong, beralaskan tanah, dan terancam banjir setiap kali hujan deras. Mereka sudah lima tahun tinggal di sana bersama dua anak, termasuk bayi berusia dua bulan.
“Kami sudah lima tahun tinggal di sini bersama dua anak, termasuk bayi berusia dua bulan. Suami saya hanya menghasilkan sekitar Rp20 ribu per hari. Ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan kami belum menerima bantuan dari pemerintah,” ungkap Mulyati dengan nada putus asa.
Editor : Iskandar Nasution