LEBAK, iNewsPandeglang.id - Pengakuan atas kasus kekerasan seksual yang dialami SS, santri cantik asal Lebak, Banten, dan telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 15 September 2022 silam, namun hingga kini belum ada tanda-tanda perkembangan yang berarti menurut SS sebagai pelapor. Karena mandeknya proses penyidikan tersebut, SS kemudian curhat melalui surat yang ia kirimkan ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu. Surat itu, ia titipkan kepada salah satu tokoh pers di Jakarta, dan berharap sampai di tangan Kapolri.
“Saya membuat pengaduan di Polda Metro Jaya terkait dugaan kekerasan seksual yang saya alami, oleh seorang kakek tua tak beradab. Sejak keluar surat perintah penyidikan hingga saat ini belum ada pemeriksaan terlapor, hingga saat ini belum ada perkembangan kasus yang menggembirakan saya,” tulis santri salafiah itu.
SS melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya ke Polda Metro Jaya pada 15 Desember 2022 dengan nomor pengaduan LP/B/6410/XI/2022/SPKT//Polda Metro Jaya dengan SP.Lidi 4375/XII/2022 Ditreskrimum dan ditangani oleh Unit V Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Sementara itu, iNewsPandeglang.id pernah beberapa kali mengkonfirmasi perkembangan kasus ke pihak Polda Metro Jaya, di antaranya melalui Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko selaku Kabid Humas Polda Metro Jaya, “Pastinya semua menjadi perhatian kami,” tulisnya melalui pesan WA.
Lebih lanjut Trunoyudo juga menyatakan dirinya akan segera menghubungi pihak terkait yang menangani kasus kekerasan seksual sebagaimana yang dilaporkan SS.
“Saya hubungi Kasubdit PPA-nya sejauh mana perkara dan nanti akan disampaikan juga lebih tepatnya perhatian ini ditindaklanjuti penyidiknya juga oleh Polwan Bu Ratna eks Kapolsek Penjaringan,” imbuhnya.
Namun waktu berjalan, hingga saat ini menurut SS dan keluarganya belum ada perkembangan berarti dari laporan mereka. Lambannya proses penyidikan yang telah memakan waktu lebih dari 8 bulan membuat SS dan keluarganya merasa kecewa.
SR, ibu korban berharap aparat penegak hukum bisa memberikan rasa keadilan bagi keluarganya, terutama bagi putrinya, yang saat ini lebih banyak mengurung diri karena trauma.
“Tolong, anak kami yatim, santri polos yang taunya hanya mengaji dan ngaji. Sejak lulus SD dan hanya lulus SD hanya belajar di pondok salafi,” ujarnya.
Sementara itu, orang tua asuh SS berharap kasus ini segera ditindaklanjuti demi tegaknya hukum dan keadilan bagi SS.
“Ini kejahatan kemanusiaan yang lebih jahat dari membunuh. Karena yang dia bunuh adalah kehormatan yatim, kesucian anak perempuan. Membunuh masa depan anak yg tak berdosa,” tutur pria yang merupakan Wakil Ketua Baznas Provinsi Banten tersebut.
(EG)
Editor : Iskandar Nasution