Tia menyatakan ketidakpuasannya terhadap paparan tersebut dan mengkritik Nurul Ghufron yang berhasil lolos sebagai anggota Dewan Pengawas.
"Korupsi itu intinya etika dan moral, Pak. Saya adalah salah satu dosen antikorupsi. Terima kasih Pak, karena Pak Ghufron sendiri yang telah membuka. Mohon ini masukan bagi panitia Lemhannas kalau bisa cari pematerinya yang memberikan nilai-nilai baik," ungkap Tia sebelum meninggalkan ruangan.
Keputusan pemecatan Tia dan insiden viral tersebut memicu beragam reaksi di kalangan publik dan pengamat politik, yang mempertanyakan alasan di balik langkah tersebut.
Disisi lain, informasi dihimpun menyebutkan, Bonnie Triyana sebelumnya menggugat Tia di Mahkamah Partai, mempertanyakan keabsahan suara yang diperoleh. Dalam laporannya ke Bawaslu Provinsi Banten, Bonnie berhasil menunjukkan bahwa terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh delapan PPK di Kabupaten Lebak dan Pandeglang yang terbukti mengubah hasil suara di sejumlah TPS, merugikan Bonnie.
Namun, meskipun delapan PPK dinyatakan bersalah, jumlah suara Bonnie tidak berubah, karena Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk mengubah hasil pemilu. Meskipun demikian, keputusan Mahkamah Partai mendukung Bonnie, memastikannya sebagai pengganti Tia Rahmania di DPR.
Dengan keputusan Mahkamah Partai yang mendukung Bonnie Triyana sebagai pengganti Tia Rahmania, situasi ini menunjukkan dinamika politik yang kompleks di PDIP. Insiden ini juga menyoroti pentingnya etika dan transparansi dalam proses pemilu, serta dampak besar yang bisa timbul dari tindakan yang diambil oleh para anggotanya. Seiring Bonnie melangkah ke DPR, publik menantikan kontribusinya dalam mewujudkan visi dan misi partai untuk kesejahteraan masyarakat Banten.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait