Fenomena 'No Viral No Justice' cenderung bersifat sistemik. Ini adalah akibat atau hasil dari tanpa adanya perencanaan/perhitungan bagaimana membentuk ekspansi pergerakan. Sebab, masyarakat menilai bahwa sebuah kasus yang diviralkan cenderung akan lebih cepat selesai dibandingkan kasus yang dimulai dengan laporan biasa.
Helena Octavianne, Mahasiswa Program Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya. Foto Istimewa
Mobilisasi populis (pengguna internet/media sosial) dalam ruang digital yang berujung menjadi pressure group (penekanan) terhadap lembaga atau instansi yang bersangkutan.
Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum harus menangkap positif ruang publik dan media sosia yang dipenuhi dengan berbagai macam karakter masyarakat. Maka dari itu, suka ataupun tidak, Kejaksaan harus terlibat didalamnya agar cepat, tepat dan akurat dalam merespon setiap kejadian.
Sebab, jika terlambat dalam merespon peristiwa yang ada, maka bisa menjadi bumerang, bahkan merusak citra Kejaksaan. Untuk itu, kemajuan era digitalisasi ini harus dimaknai sebagai perkembangan positif, terutama bagi para Jaksa dalam penanganan setiap perkara, serta responsif terhadap setiap peristiwa.
Tidak hanya itu, setiap kejadian viral dapat dijadikan bahan intropeksi untuk melakukan tindakan nyata, sehingga publik percaya bahwa hal yang dilakukan oleh Kejaksaan sesuai dengan koridor hukum dan tuntutan masyarakat.
Artikel ini ditulis oleh Helena Octavianne, Mahasiswa Program Doktor Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, tinggal di Jakarta
(EG)
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait