Defi juga mengungkapkan bahwa selain masalah SPP, keluarga mereka tengah menghadapi kesulitan lain, termasuk menunggak kontrakan selama tiga bulan.
Ayah Faeza, Muhammad Fahat, seorang buruh harian, menyampaikan keprihatinan mendalam mengenai kondisi pendidikan di Kabupaten Pandeglang. “Anak-anak saya tidak bisa sekolah hanya karena kami miskin. Uang SPP sebesar Rp42 juta jelas di luar kemampuan kami. Bagaimana kami bisa membayar, sementara untuk makan sehari-hari saja sudah sulit?," ujarnya dengan nada penuh kekecewaan, mencoba menahan amarah dan rasa sakit yang mendalam di dalam hatinya.
Kejadian ini memicu berbagai pertanyaan mengenai kebijakan sekolah. Sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa, tindakan memulangkan siswa karena ketidakmampuan ekonomi sangat tidak pantas. Terlebih lagi, sekolah tersebut telah menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, yang seharusnya digunakan untuk membantu siswa kurang mampu.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi Menteri Pendidikan, serta Presiden Prabowo Subianto, yang memiliki program unggulan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Mereka diharapkan dapat memperbaiki sistem agar kejadian serupa tidak terulang, khususnya di sekolah-sekolah swasta yang sering mengambil langkah ekstrem dengan mengusir siswa hanya karena alasan ekonomi.
Editor : Iskandar Nasution