Ayat ini menegaskan kebolehan bagi suami-istri untuk berhubungan intim (jima') di malam hari selama bulan puasa Ramadan, namun mereka harus berhenti saat terbit fajar sebagai tanda dimulainya waktu puasa. Ayat ini tidak secara langsung membahas tentang keadaan junub dan sah atau tidaknya puasa dalam keadaan tersebut, namun memberikan arahan mengenai waktu yang diizinkan untuk hubungan suami-istri selama bulan puasa.
2. Contoh dari Nabi Muhammad SAW
Hadits riwayat Bukhari menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW kadang-kadang memasuki waktu Subuh dalam keadaan junub setelah melakukan hubungan intim dengan istrinya. Beliau kemudian mandi dan tetap berpuasa.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berpuasa dalam keadaan junub setelah melakukan hubungan intim dengan istrinya hingga waktu Subuh. Setelah itu, beliau mandi dan tetap melanjutkan puasanya tanpa mengqadha puasa tersebut.
Hal ini menegaskan bahwa puasa tetap sah dilakukan meskipun seseorang dalam keadaan junub, dan tidak perlu mengqadha puasa tersebut. Ini menjadi dasar kebolehan menunda mandi junub hingga waktu Subuh.
Meskipun puasa tetap sah dalam keadaan junub, penting untuk diingat bahwa menjaga kebersihan dan kesucian tetap merupakan bagian penting dari ibadah puasa. Oleh karena itu, diharapkan agar seseorang yang dalam keadaan junub segera mandi besar (junub) sebelum melaksanakan shalat Subuh, karena shalat Subuh harus dilakukan dalam keadaan suci dari hadats besar.
Dengan demikian, walaupun puasa tetap sah, upaya menjaga kesucian dan kebersihan masih diperlukan dalam menjalankan ibadah puasa dengan baik.
Editor : Iskandar Nasution