Pria lansia ini menyebut proses pembuatan tempe ini membutuhkan waktu 2 hari sampai tempe benar-benar jadi dan siap dipasarkan. Tempe yang sudah sedia kemudian dijual di masyarakat sekitar. "Alhamdulillah berkat usaha ini, udah ke Mekah (naik haji) tahun kemarin," katanya.
Dijelaskannya, ketika dulu dalam sehari menghabiskan 25 kilogram kedelai dalam sehari namun untuk sekarang hanya bisa mengolah 10 kilogram. "(Dulu) 25 kilo waktu masih muda sekarang 25 kilogram dibikin dua hari karena udah tua. Dari 10 kilo (mendapat penghasilan) sekitar Rp200 ribu," tuturnya.
Sejauh ini, pasangan ini tidak menggunakan sosial media untuk memasarkan tempe ia selaku pemilik UMKM kurang mengetahui akan pentingnya jual beli online yang akan mempermudah proses pemasaran dan sangat membantu terutama pada masa digitalisasi seperti sekarang ini.
Untuk diketahui, usaha pembuatan tempe yang dilakukan oleh pasangan tersebut sudah berjalan cukup lama. Adapun untuk proses pembuatan tempe tersebut diawali dengan memilah kedelai, kemudian mencucinya hingga bersih. Setelahnya kedelai yang telah dicuci lalu di rebus, selanjutnya dengan perendaman kedelai selama satu malam.
Proses produsi atau pembuatan tempe di tempat ini masih sangat tradisional. Selanjutnya, langkah berikutnya adalah kedelai dicuci kembali sampai bersih kira-kira hingga air cucian itu benar-benar bening dan terlihat tidak keruh. Pada waktu dibersihkan, ini bersamaan dengan proses penghancuran kedelai.
Kedelai kemudian diangkat dan ditiriskan. Lalu, kedelai yang sudah siap tadi ditaburi dengan ragi tempe kemudian diaduk. Langkah yang terakhir adalah pembungkusan. Bungkus tempe di sini menggunakan plastik sesuai ukuran yang diinginkan. Plastik yang hendak dipakai untuk membungkus tempe sebelumnya harus diberi lubang untuk ventilasi udara.
Editor : Iskandar Nasution