SERANG, iNewsPandeglang.id - Sentra produksi tempe di Kampung Kemuncangan, Desa Kelapian, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten membawa berkah untuk banyak orang. Berkat Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) banyak orang menjadi memiliki mata pencarian.
Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Ketua Bagian Tekhnologi Tepat Guna KKM 24 Uniba (Universitas Bina Bangsa), Didi Rasidi yang melihat secara langsung pembuatan tempe, dengan cara pembuatan yang masih sangat sederhana yang tentu jadi pengalaman yang luar biasa.
Para mahasiswa yang tergabung dalam Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) kelompok 24 tersebut mengunjungi usaha pembuatan tempe milik pasangan suami isteri yakni Ruyani (72) dan Bahriah (70) pada Sabtu, (22/7/2023), mereka diceritakan penjelasan terkait proses pembuatan tempe yang sangat mendetail.
"Saya juga baru tau kalau proses pembuatan tempe ternyata tidak semudah yang dibayangkan, ditambah lagi kata abah banyak juga yang gagal ketika proses permentasi," kata Didi.
Menurut Didi, ini ilmu yang sangat mahal tentunya, hanya saja ada beberapa kekurangan terutama dalam hal kebersihan, yang kita tau bahwa tempe makanan yang banyak mengandung gizi tapi jika pembuatan yang dilakukan tidak bersih, mungkin hilang kadar gizinya atau malah menjadi berbahaya.
Ia berharap setelah adanya kunjungan dari mahasiswa Kelompok 24 KKM UNIBA ini nantinya bisa membantu kelancaran proses UMKM tempe dari pembuatan hingga pemasaran produk.
Sementara salah seorang pemilik pembuatan tempe Ruyani mengatakan bahwa usahanya itu ditekuni sudah 10 tahun lamanya. "Sudah sekitar 10 tahunan (buat tempat), engga diajari, berjalan saja. Dulunya kan orang tuanya bisa (buat tempe), diturunkan dari orang tua jadi bikin sendiri," ujar Ruyani Sabtu,( 22/7/2023).
Pria lansia ini menyebut proses pembuatan tempe ini membutuhkan waktu 2 hari sampai tempe benar-benar jadi dan siap dipasarkan. Tempe yang sudah sedia kemudian dijual di masyarakat sekitar. "Alhamdulillah berkat usaha ini, udah ke Mekah (naik haji) tahun kemarin," katanya.
Dijelaskannya, ketika dulu dalam sehari menghabiskan 25 kilogram kedelai dalam sehari namun untuk sekarang hanya bisa mengolah 10 kilogram. "(Dulu) 25 kilo waktu masih muda sekarang 25 kilogram dibikin dua hari karena udah tua. Dari 10 kilo (mendapat penghasilan) sekitar Rp200 ribu," tuturnya.
Sejauh ini, pasangan ini tidak menggunakan sosial media untuk memasarkan tempe ia selaku pemilik UMKM kurang mengetahui akan pentingnya jual beli online yang akan mempermudah proses pemasaran dan sangat membantu terutama pada masa digitalisasi seperti sekarang ini.
Untuk diketahui, usaha pembuatan tempe yang dilakukan oleh pasangan tersebut sudah berjalan cukup lama. Adapun untuk proses pembuatan tempe tersebut diawali dengan memilah kedelai, kemudian mencucinya hingga bersih. Setelahnya kedelai yang telah dicuci lalu di rebus, selanjutnya dengan perendaman kedelai selama satu malam.
Proses produsi atau pembuatan tempe di tempat ini masih sangat tradisional. Selanjutnya, langkah berikutnya adalah kedelai dicuci kembali sampai bersih kira-kira hingga air cucian itu benar-benar bening dan terlihat tidak keruh. Pada waktu dibersihkan, ini bersamaan dengan proses penghancuran kedelai.
Kedelai kemudian diangkat dan ditiriskan. Lalu, kedelai yang sudah siap tadi ditaburi dengan ragi tempe kemudian diaduk. Langkah yang terakhir adalah pembungkusan. Bungkus tempe di sini menggunakan plastik sesuai ukuran yang diinginkan. Plastik yang hendak dipakai untuk membungkus tempe sebelumnya harus diberi lubang untuk ventilasi udara.
Editor : Iskandar Nasution