JAKARTA, iNewsPandeglang.id – Ketika hamil pernahkan merasakan perasaan sedih atau emosi yanag naik turu? Saat hamil ternyata intensitas ini bisa lebih parah karena pengaruh hormon. Tentu perasaan ini tak enak dirasakan bagi ibu yang sedang hamil.
Tidak ada yang dalah dengan kondisi tersebut. Banyak ibu hamil yang jadi sering menangis, bahkan hanya karena hal-hal sepele di awal kehamilan trimester pertama.
Perlu diketahui Bonding antara ibu dan anak memang sudah terjalin sejak masa kehamilan. Maka itu, sangat disarankan bagi ibu hamil untuk selalu bahagia agar tumbuh kembang bayi berjalan baik. Dokter kandungan Ardiansjah Dara Sjahruddin mengatakan, selama masa kehamilan, banyak perubahan yang terjadi pada wanita, mulai dari fisik hingga psikis, serta yang tidak tampak, yaitu perubahan
Menurutnya, pada trimester pertama, hormon yang meningkat dalam tubuh wanita antara lain hormon estrogen dan progesteron. Ditambah lagi, ada pula hormon kehamilan yang muncul, yakni hormon beta chorionic gonadotropin (beta hCG), yang kerap mengakibatkan mual dan muntah. "Makanya enggak heran trimester pertama sekitar 75-80% ibu hamil pasti mual. Nah, yang 20% enggak mual atau istilahnya hamil kebo,” ujar dr. Dara melalui keterangannya belum lama ini.
Dr Dara menambahkan, ketiga hormon tersebut sangat berpengaruh terhadap perubahan psikis ibu hamil, sehingga jadi lebih sedih, menangis, dan gampang marah-marah. Ini selaras dengan survei yang dilakukan oleh Teman Bumil terhadap 1.504 ibu hamil, 64,6% mengaku lebih mellow dan sering sedih, sementara 38,4% mengaku jadi lebih stres selama hamil. Selain masalah hormonal, ada beberapa faktor eksternal yang menjadi pemicu ibu hamil tidak bahagia atau stres.
Salah satunya, kondisi finansial yang belum stabil (44,3%) berada di urutan pertama. Kemudian, disusul dengan masalah kehamilan yang cukup mengganggu (35,8%), belum atau sulit menyiapkan biaya persalinan (23,9%), masih harus bekerja atau mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga sendirian (21,5%), dan menjalani kehamilan sambil mengurus anak (20,7%).
Dampak bagi janin jika ibu tidak bahagia Meski kebanyakan terjadi di trimester pertama, kondisi psikis yang naik turun juga bisa berlanjut sampai trimester kedua, bahkan trimester ketiga. Hal yang paling mengganggu di trimester kedua, lanjut dr. Dara, biasanya terkait dengan perubahan bentuk fisik. Sementara di trimester ketiga, ibu hamil kerap stres terkait proses persalinan yang akan ditempuhnya kelak.
Walau hormon berperan besar, kesedihan pada ibu hamil tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. “Dampak secara tidak langsung itu ada, ya. Contohnya, ibu-ibu yang bersedih berkepanjangan berpotensi mengalami persalinan prematur. Bisa juga, anaknya kecil. Kita istilahkan BBLR (bayi berat lahir rendah),” kata dr. Dara.
Saat para ibu hamil sedih dan banyak pikiran, mereka bisa jadi malas makan atau makan tidak teratur. Akibatnya, janin menjadi kekurangan nutrisi lalu mengalami BBLR. Ada pula yang sampai tidak menjaga kebersihan diri, yang berisiko tubuh terpapar banyak bakteri. Bakteri pun bisa masuk dari vagina ke dalam rahim, lalu menginfeksi selaput ketuban, yang memperbesar potensi mengalami ketuban pecah dini dan persalinan prematur. Perhatikan kebahagiaan ibu hamil Setelah melahirkan pun kondisi psikis ibu tidak boleh diabaikan. Jika selama hamil hormon ibu mendadak meningkat, maka seusai bersalin hormon mendadak menurun, yang membuat perasaan jadi tidak menentu. Kondisi ini dikenal dengan baby blues. Dari 1.259 partisipan survei Teman Bumil yang memiliki anak 0-5 tahun, sebanyak 44,3% mengatakan mereka mengalami baby blues.
Dr Dara mengatakan, baby blues bisa terjadi 2-3 hari setelah melahirkan lalu berlanjut hingga kurang lebih 2 minggu. Normalnya ini akan hilang. Namun bila diabaikan, dapat berlanjut menjadi depresi postpartum. Ini cukup berbahaya karena ibu dapat melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri maupun sang Anak.
Pentingnya support system Berdasarkan survei, sebanyak 92,8% ibu hamil butuh dukungan suami dan orang terdekat agar bahagia selama menjalani kandungannya. Sementara, kelompok ibu yang memiliki anak usia 0-5 tahun butuh curhat ke suami atau orang terdekat (24,7%) dan minta tolong menjaga anak mereka sebentar (31,4%) ketika kewalahan dan stres. Sebanyak 98,1% bahkan merasa perlu me time. Itu tandanya, sejak kehamilan hingga merawat anak, ibu butuh support system yang baik.
Menurut dr. Dara, ibu memang sesekali perlu meluapkan apa yang dirasakannya kepada orang di sekitarnya. Dia pun menyarankan, mereka perlu memahami kondisi sang Ibu, yang tentunya tidak mudah dan banyak tantangan. Maria, pemilik akun Instagram @littlemavel, yang turut hadir dalam perayaan ulang tahun Teman Bumil yang kelima, juga menyetujui betapa pentingnya support system dalam hidup ibu.
Keluhan kehamilan yang sangat mengganggu di trimester pertama lalu diharuskan menempuh persalinan caesar membuat Maria sangat mellow. Tidak sampai di situ, setelah melahirkan pun dia merasa kewalahan mengurus anak. Pada satu titik, dia bahkan pernah merasa rendah diri karena sebelumnya dia adalah wanita bekerja, tetapi memilih menjadi full time mom dan tidak memiliki penghasilan. “Walau itu keputusanku, tapi aku merasa kok kayak enggak ada achievement. Jadi, kalau ada yang bertanya soal pekerjaan, bisa se-baper itu sampai menangis,” curhatnya.
Di zaman sekarang ini, dr. Dara merasa support system tidak selamanya datang dari orang-orang terdekat yang ada di depan mata, melainkan juga bisa hadir secara digital. Selain bisa mendapatkan informasi, ibu bisa bergabung di komunitas supaya merasa tidak sendirian.
Melihat betapa pentingnya support system di dalam kehidupan ibu, aplikasi kehamilan dan parenting Teman Bumil, yang telah mendampingi perjalanan ibu dan ayah Indonesia selama lima tahun penuh, pun memberikan inovasi terbaru di tahun ini, yaitu meluncurkan fitur Komunitas sebagai a Happy Space for Mums.
“Pemilihan slogan berupa Teman Setia Mums di ulang tahun yang kelima bukanlah suatu kebetulan karena Teman Bumil memegang komitmen untuk senantiasa memberikan support system terbaik bagi Mums dan si Kecil,” kata Ruth Retno Dewi selaku Chief Strategy Officer Teman Bumil dalam acara ulang tahun Teman Bumil.
Editor : Iskandar Nasution