get app
inews
Aa Read Next : KPU Gelar Pengundian Nomor Urut Capres-Cawapres di Pilpres 2024, Ini Hasilnya

Tahukah Anda, Begini Sejarah dan Fenomena Sakral Diyakini Tentukan Kemenangan Pilkades

Minggu, 09 Oktober 2022 | 01:09 WIB
header img
Sejarah dan fenomena sakral diyakini menentukan Kemenangan Pilkades. Ilustrasi Foto SINDOnews

Banten, iNewsPandeglang.id - Tahukah Anda, ternyata tata cara pemilihan kepala desa (PIlkades) dari jaman kolonial Belanda sampai sekarang tidak berubah. Di era modern ini yang menarik ternyata masih banyak orang yakin bahwa warna yang didapat pada bendera calon kepala desa menjadi sesuatu fenomena sakral akan banyak menentukan kemenangan selain soal nomor urut calon.

Hal itu sebagaimana analisa keilmuan Akademisi Geografi asal Kabupaten Lebak,  Dede Sudiarto, S.Pd.,MM., mengungkapkan bahwa pemilihan kepala desa pada jaman kemerdekaan (1945-1979) itu caranya adalah sama seperti pemilihan kepala desa yang dilakukan pada jaman kolonial.

Pada jaman kolonial dengan menggunakan dasar hukum Undang-undang Regering Reglement (RR) tahun 1854 pasal 128 yang menyatakan wewenang warga masyarakat desa untuk memilih sendiri kepala desa yang dikehendaki sesuai dengan adat-istidat setempat.

Proses pemilihan kepala desa saat  itu diawali dengan musyawarah perangkat desa dan para tokoh masyarakat untuk membentuk panitia pemilihan kepala desa yang tugasnya adalah mengadakan pendaftaran calon kepala desa dengan persyaratan, tidak buta huruf, dapat menulis, pantas kelakuannya.

Kemudian kata Dede, panitia pemilihan membagi biting (lidi yang terbuat dari bambu dengan ukuran kurang lebih 5 centimeter) kepada masyarakat desa yang berumur sudah dewasa.

"Dalam pelaksanaan pemilihan, warga desa yang sudah berhak memilih datang ke tempat pemilihan untuk memasukan biting ke dalam bumbung (bambu yang dipotong seperti kentongan),” ujar Dede Sabtu, (08/10/2022).

Menurut analisanya, fenomena ini sudah lama terjadi di wilayah Kabupaten Lebak khususnya, mungkin juga terjadi di wilayah lain yang masyarakatnya memiliki tradisi dan tingkat spiritual yang kental.

"Hal umum warna bendera yang diinginkan oleh calon kades merupakan warna yang cerah, namun juga ada yang mengkaitkan dengan partai yang pernah lama berkuasa, serta ada yang mengkaitkan dengan sisi religi di masyarakat," ungkapnya.

Tak hanya itu,  fenomena tersebut memiliki keterkaitan dengan tradisi ritual setiap para calon kades, tidak sedikit yang sangat percaya pada petunjuk kelenik bahwa warna bendera tertentu akan menentukan kemenangan.

Maka dari itu, sesi atau tahapan pemilihan warna bendera pada calon kades sangat terlihat jelas mimik muka dari tiap calon akan berbeda apabila mendapatkan warna yang diinginkan atau disakralkan terlihat berbeda apabila mendapatkan warna yang tidak diinginkan.

Fenomena sakral soal warna juga banyak diyakini oleh masyarakat lainnya sebagai pemilik suara, maka dari itu fenomena sakral warna menjadi banyak mempengaruhi psikologis demokrasi pada Pilkades.

Adanya pemilihan nomor urut dan warna pada tiap calon kades tertuang pada Perbup dengan dalih untuk membedakan warna bendera, baliho/spanduk, backround foto di surat suara sehingga menjadi sebuah kewajiban.

“Padahal bisa saja para calon kades hanya mendapatkan nomor urut calon, itu sudah cukup, apalagi ada calon kades bukan refresentatif dari perwakilan Partai, sehingga penentuan warna tidak perlu lagi, belum lagi jika ada masyarakat yang buta warna, itu juga tidak bisa dijadikan patokan,” katanya.

Dengan adanya calon yang berjumlah banyak, mengakibatkan pemilihan warna akan memaksa kehabisan warna dasar, sehingga memunculkan warna baru menjadi hal yang tidak trend di masyarakat umum.

Fenomena sakral warna pada calon kades dianggap sebagai hal yang merugikan bagi calon yang mendapatkan warna yang gelap tidak cerah, serta warna yang asing dibandingkan dengan setiap pemilihan langsung Pilkada.

"Oleh karena itu,  hendaknya tatacara pilkades untuk dikaji ulang soal warna pada pemilihan Kepala Desa, dengan cukup adanya photo calon, nama calon, serta nomor urut Calon Pilkades. Sehingga akan menjadikan proses demokrasi non partai akan lebih adil dan netral," pungkasnya.

Editor : Iskandar Nasution

Follow Berita iNews Pandeglang di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut