JAKARTA, iNewsPandeglang.id – Kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, kembali mencuri perhatian publik setelah hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong. Putusan ini semakin memanaskan kontroversi hukum yang ada, dengan banyak pihak yang menilai bahwa proses hukum yang dijalani oleh Lembong penuh dengan kejanggalan.
Putusan Praperadilan Ditolak
Pada Selasa (26/11/2024), hakim Tumpanuli Marbun membacakan putusan yang menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Tom Lembong terkait penetapan status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi impor gula kristal mentah tahun 2015-2016. Dalam sidang tersebut, hakim menyatakan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai pihak termohon telah membuktikan bahwa tindakan hukum yang diambil terhadap Lembong sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Dalam pokok perkara, menyatakan menolak permohonan pemohon (Tom Lembong) untuk seluruhnya," ujar hakim Marbun.
Hakim juga menyampaikan, "Karena pihak termohon (Kejagung) telah dapat membuktikan bahwa tindakan yang diambil sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon (Tom Lembong) dalam permohonan praperadilan ini tidak memiliki landasan hukum yang cukup dan dengan demikian harus ditolak."
Dugaan Penyalahgunaan Kewenangan dan Politisasi
Kasus ini bermula dari penetapan Tom Lembong sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi dalam persetujuan impor gula kristal mentah pada masa ia menjabat Menteri Perdagangan. Kejagung menyatakan bahwa kebijakan Lembong untuk memberikan izin impor gula tersebut telah merugikan negara hingga mencapai ratusan miliar rupiah, sementara Indonesia saat itu sedang mengalami surplus gula.
Lembong melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan melanggar prosedur hukum. Ia menilai bahwa tidak ada bukti permulaan yang cukup kuat dan Kejagung juga tidak memberi kesempatan kepada Lembong untuk menunjuk pengacara sendiri saat penetapan tersangka dilakukan.
"Ada banyak kesalahan dalam proses penetapan tersangka ini. Termohon tidak memberikan kesempatan pada Pak Tom untuk memilih pengacara dan menilai penetapan tersangka yang dilakukan tanpa bukti permulaan yang memadai," kata Ari.
Protes dan Kontroversi dari Pendukung Lembong
Usai mendengar putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan, sejumlah pendukung Tom Lembong yang hadir di ruang sidang mengungkapkan kekecewaan mereka. Para pendukung yang terdiri dari sejumlah bapak-bapak dan ibu-ibu tampak marah dan berteriak dengan nada keras, menuduh bahwa proses hukum ini merupakan sebuah "politisasi."
"Ini pesanan! Orang tidak salah apa-apa dipenjara, ini politisasi!" teriak para pendukung Lembong.
Tidak hanya berhenti di ruang sidang, beberapa pendukung Lembong juga melakukan aksi protes di depan gedung PN Jakarta Selatan dengan membawa poster yang meminta agar Lembong dibebaskan.
Pesan Anies Baswedan kepada Tom Lembong
Mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, yang turut memberikan dukungan kepada Tom Lembong, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap putusan tersebut. Dalam pernyataannya, Anies menilai bahwa proses hukum terhadap Lembong tidak berjalan dengan adil. Ia bahkan menyoroti adanya dugaan kesaksian duplikat yang mengejutkan dalam persidangan.
Anies menyatakan penyesalannya atas putusan praperadilan tersebut, "Saya kecewa dengan hasilnya, karena selama proses itu banyak hal yang tidak sesuai dengan prosedur dalam penetapan status tersangka terhadap Pak Tom Lembong. Biarkan publik yang menilai sendiri," ujarnya.
Anies menambahkan, meskipun putusan tersebut mengecewakan, ia tetap meyakini bahwa keadilan akan tercapai dan menyampaikan pesan kepada Tom Lembong agar tetap kuat dalam menghadapi proses hukum ini.
Kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong kini semakin memanas setelah penolakan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Lembong. Proses hukum yang penuh dengan kontroversi ini menambah panjang daftar persoalan hukum yang melibatkan pejabat tinggi di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, publik akan terus mengawasi bagaimana kasus ini berkembang dan apakah benar-benar tercapai keadilan yang seimbang bagi semua pihak.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait