PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id – Polemik sengketa tanah antara kuasa lahan Astrid Jayengsari dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten terus memanas. Setelah pemasangan patok larangan menuai kontroversi, kini DKP, melalui staf UPTD PPP Labuan, mengajukan data batas tanah menggunakan Google Maps.
Langkah ini memicu reaksi keras dari kuasa lahan Astrid Jayengsari. Coki, selaku perwakilan kuasa, menolak klaim tersebut dan mempertanyakan keabsahannya.
"Silakan cek posisi doking yang sekarang, Pak. Kami sudah cek lokasi sebelumnya bersama DKP, Dishub, dan Syahbandar. Semua pihak sepakat soal batas lahan. Kenapa sekarang DKP malah mengajukan data berbeda?" ungkap Coki melalui pesan WhatsApp, Senin (18/11/2024).
Kuasa hukum Astrid Jayengsari meninjau lokasi sengketa tanah di Labuan, Pandeglang, sambil menegaskan sertifikat lahan mereka tetap sah. Sengketa terus memanas!. Foto : iNews/Iskandar Nasution
Menurut Coki, pihaknya tidak mungkin memasang patok larangan jika tanah itu bukan milik mereka. Ia menegaskan bahwa dalam rapat sebelumnya, DKP mengakui tanah tersebut bukan milik mereka.
"Kami sudah putuskan bersama DKP sebelumnya bahwa tanah ini milik Astrid. Bukti dan batasnya jelas. Sekarang malah mereka mencoba menguasai. Ada apa ini?" tambahnya.
Coki juga menyatakan akan mengabaikan klaim baru dari DKP yang berdasarkan Google Maps. "Silakan mereka munculkan peta Google lain. Yang jelas, sertifikat kami utuh dan tidak pernah ada pemecahan. Kami juga tidak pernah menjual tanah ini ke pihak mana pun, termasuk DKP," tegasnya.
Dadi, pemegang kuasa pengelolaan lahan Astrid Jayengsari, turut mendukung pernyataan Coki. Ia menegaskan bahwa lahan yang digunakan untuk doking kapal nelayan berada di tanah mereka.
"Intinya, kami tetap mengakui bahwa lokasi doking kapal nelayan beroperasi di tanah kami. Apapun yang terjadi, hukum yang akan memutuskan," ujar Dadi.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Asep, mengaku belum bisa memberikan jawaban. Ia menyebut pihak kuasa Astrid Jayengsari meminta pengaturan ulang jadwal pertemuan.
"Mereka ingin jadwalnya ditentukan oleh pihak mereka sendiri. Jadi, untuk saat ini, kami menunggu," kata Asep.
Namun, seorang staf DKP Provinsi berinisial D yang bertanggung jawab mengirimkan data Google Maps, enggan memberikan komentar lebih lanjut.
Persoalan ini memunculkan berbagai pertanyaan, termasuk hak nelayan untuk menggunakan lahan sebagai tempat doking kapal. Apakah ada misteri lain di balik program docking kapal di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang? Beberapa pihak mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk turun tangan agar persoalan ini segera terungkap.
Sengketa ini menjadi perhatian publik, terutama bagi nelayan yang khawatir akan akses mereka dalam membangun atau memperbaiki kapal tangkap. Kejelasan hukum diharapkan dapat menyelesaikan polemik ini dengan adil dan transparan.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait