BOYOLALI, iNewsPandeglang.id – Ratusan peternak sapi perah, peloper susu, dan pengepul susu di Boyolali, Jawa Tengah, menggelar aksi protes yang menarik perhatian publik dengan mandi susu dan membuang sekitar 50 ton susu pada Sabtu (9/11/2024). Aksi ini digelar sebagai bentuk kekecewaan mereka atas pembatasan kuota pasokan susu dari Industri Pengolah Susu (IPS) yang membuat stok susu dari peternak melimpah dan tidak laku terjual.
Dono Nugroho, seorang peternak asal Kecamatan Tamansari, menyatakan bahwa protes ini merupakan bentuk keputusasaan para peternak yang tidak bisa lagi menjual hasil produksi mereka. "Sudah terjadi sejak September lalu, dan puncaknya terjadi pekan ini. Pabrik susu membatasi kuota dengan alasan yang kurang jelas," ungkap Dono.
Akibatnya, susu produksi peternakannya tidak terserap oleh pabrik dan menumpuk. Tidak hanya itu, Dono juga menambahkan bahwa dampak ekonomi yang dirasakan peternak sangat besar.
"Kami mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Kami meminta pemerintah turun tangan untuk membantu kami mencari solusi," lanjutnya.
Untuk mengurangi penumpukan, sebagian susu terpaksa dibuang dan sebagian lagi dibagikan secara gratis kepada warga sekitar.
Pembatasan Kuota dan Serbuan Susu Impor
Aksi ini dikoordinasi oleh Sriyono, pengurus KUD Mojosongo yang juga menjadi suara peternak dalam protes tersebut. Ia menjelaskan bahwa pembatasan kuota produk susu lokal di IPS menambah tekanan pada peternak karena produk mereka tidak terserap. "Pembatasan kuota masuk produk susu lokal di IPS berdampak buruk bagi usaha dagang maupun KUD yang menjual susu dari peternak Boyolali. Kami melihat banyak produk susu lokal menumpuk dan akhirnya terbuang," ujarnya.
Menurutnya, ada kecurigaan bahwa serbuan produk susu impor yang tidak dibatasi kuota menjadi salah satu alasan mengapa susu lokal tidak terserap. Padahal, ia menambahkan, produksi susu lokal baru mampu memenuhi 20 persen kebutuhan nasional, sementara sisanya masih diisi oleh produk impor. "Kalau alasannya pasar sepi, seharusnya produksi susu lokal bisa tetap terserap. Situasi ini tidak adil bagi peternak lokal," ucapnya.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait