LEBAK, iNewsPandeglang.id - Angga Wijaya, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Gunungkencana (HIMAGUNA) menyoroti pembangunan saluran air bersih yang mangkrak dan tidak terurus di Kecamatan Gunungkencana, Lebak, Banten.
"Kami menemukan ada beberapa pembangunan saluran air bersih dan MCK tepatnya di dua desa yaitu Desa Ciakar dan Desa Kramat yang bisa dikatakan tidak terurus dan tidak sesuai dengan fungsinya, bahkan bisa dikatakan malah menjadi museum," tuturnya dalam siaran pers yang diterima iNewsPandeglang.id Sabtu, (13/08/22).
Hal ini menurutnya sangat disayangkan, karena kebutuhan air bersih menjadi salah satu permasalahan serius di Kabupaten Lebak. Hasil temuannya turun langsung ke lapangan, HIMAGUNA mendapat pengaduan dari masyarakat tentang sulitnya mengakes air bersih.
“Bahkan ada yang mengeluh belum pernah sama sekali merasakan dampak dari pembangunan tersebut, dengan demikian sangat disayangkan ketika pembangunan yang seharusnya menjadi solusi terhadap permasalahan yang ada malah menjadi hal yang mubazir,” katanya.
Permasalahan air bersih menjadi perhatian bagi HIMAGUNA karena penggunaan air tidak bersih dapat menyebabkan beberapa penyakit kolera, diare, disentri, hepatitis A, tipus dan polio ketika masuk ke tubuh, serta gangguan kesehatan lainnya. Situasi ini tak urung membuat HIMAGUNA gerah apalagi selama ini, organisasi kemahasiswaan di lingkungan Gunungkencana ini aktif melakukan kegiatan sosial di bidang kesehatan seperti pembangunan SAB, MCK, dan jambanisasi di beberapa kampung yang terisolir yang ada di Kecamatan Gunungkencana.
HIMAGUNA, kata Angga memiliki peran sebagai agent of change dan agen of control berkomitmen untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat Lebak.
“Ini harus menjadi evaluasi dari instansi terkait agar bisa memonitor sekaligus mengevaluasi jalannya pembangunan proyek pembangunan saluran air ini jangan sampai hanya menjadi penggugur kewajiban saja tanpa melihat sejauh mana dampak manfaat yang dirasakan oleh masyarakat,” tuturnya.
Lebih lanjut, mahasiswa yang dikenal vokal menyuarakan kepentingan masyarakat Lebak ini mengutip pernyataan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lebak bahwa terdapat 15 dari 28 kecamatan di Lebak yang masuk dalam kategori rawan kekeringan dan kekurangan air bersih. Kondisi ini seharusnya diantisipasi secara serius oleh pemerintah daerah, karena sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air pasal 6 disebutkan bahwa negara menjamin hak rakyat atas air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya dan terjangkau.
“Undang-undang tersebut seharusnya, kata Angga, sudah seharusnya menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam memenuhi hak-hak tersebut,” kata Angga.
Sementara Murni warga setempat mengaku saluran air bersih tersebut pernah ada mengalir satu bulan namun volume air kecil. "Dulu sempat ada cuma ngalirnya kecil sekitar satu bulanan, tapi setelah itu sampe sekarang ngga ada lagi" cetusnya.
Sekertaris Desa (Sekdes) Ciakar, Samsuri saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pembangunan sarana tersebut adalah Kewenangan Dinas PUPR. "Pembangunan tersebut merupakan pembangunan di bawah kewenangan Dinas PUPR bidang SDA,"katanya.
Hingga berita ini tayang, Dinas PUPR Lebak belum memberikan komentar, wartawan sedang berupaya melakukan konfirmasi.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait