JAKARTA, iNewPandeglang.id – Protes terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen terus mencuat di media sosial, khususnya X (dulu Twitter). Salah satu simbol yang menjadi sorotan adalah gambar Garuda Pancasila berlatar biru dengan tulisan bernada kritis yang menyuarakan penolakan kebijakan tersebut.
Dalam gambar itu terdapat beberapa kalimat tegas seperti, "Menarik Pajak Tanpa Timbal Balik untuk Rakyat Adalah Sebuah Kejahatan" dan "Jangan Minta Pajak Besar Kalau Belum Becus Melayani Rakyat." Pesan tersebut mewakili keresahan masyarakat atas kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Pemerintah berencana menerapkan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kebijakan ini merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang harus dijalankan.
“Undang-undangnya sudah ada, jadi kita harus mempersiapkan agar kebijakan ini bisa diterapkan dengan penjelasan yang tepat,” kata Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi XI DPR.
Meski demikian, warganet merasa kenaikan ini tidak tepat di tengah situasi ekonomi yang sulit. Akun X @gear*** mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut menunjukkan sesuatu yang legal tidak selalu bermoral.
"Naiknya PPN menjadi 12% pada Januari 2025 adalah bukti bahwa sesuatu yang legal belum tentu bermoral," tulisnya.
Kenaikan dari 11 persen menjadi 12 persen juga dianggap lebih signifikan dari sekadar 1 persen. “Ibarat harga 110 naik jadi 120. Ini naiknya 9 persen. Sangat tinggi kenaikannya,” tulis akun @Strategi***.
Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan kurangnya kepedulian pemerintah terhadap daya beli masyarakat yang menurun.
Akun @polit*** juga menyoroti perhitungan kenaikan PPN yang sebenarnya. "Kenaikan PPN dari 1.100 menjadi 1.200 sebenarnya setara dengan lonjakan sekitar 9 persen," jelasnya.
Di tengah kritik tajam dari masyarakat, pemerintah terus berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan ini sesuai rencana. Namun, publik berharap ada evaluasi ulang yang mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini.
Editor : Iskandar Nasution