JAKARTA, iNewsPandeglang.id – Supriyani, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Konawe Selatan, kini tengah terjebak dalam pusaran masalah hukum yang mengguncang dunia pendidikan. Tuduhan penganiayaan terhadap seorang siswa, yang merupakan anak seorang anggota polisi, telah menjadikannya sorotan publik.
Awal mula masalah ini dimulai ketika orang tua siswa melaporkan Supriyani, mengklaim bahwa ia telah melakukan penganiayaan. Tuduhan ini seperti badai yang menghancurkan reputasi Supriyani dan membayangi kariernya.
Meskipun berusaha untuk membersihkan namanya, Supriyani terpaksa menghadapi proses hukum yang panjang dan melelahkan. Dalam perjalanan ini, ia merasakan ketidakadilan yang menyakitkan.
Sejak berita ini merebak, suara dukungan dan keprihatinan dari masyarakat mulai mengalir. Para guru dan pendidik lainnya merasa terancam; mereka menyadari bahwa kasus ini mencerminkan tantangan yang mereka hadapi dalam menjalankan tugas mulia mereka.
Banyak yang mulai bertanya-tanya: Apa yang akan terjadi jika mereka juga terjerat dalam masalah serupa? Masyarakat mulai bersatu untuk menuntut perlindungan lebih bagi para guru honorer, yang sering kali berada di posisi rentan.
Di persidangan yang berlangsung pada 29 Oktober 2024, suasana semakin memanas. Keterangan tiga saksi, termasuk korban, saling bertentangan.
Semua mata tertuju pada kursi pengadilan saat kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, mengungkapkan ketidakpastian yang muncul dari kesaksian anak-anak tersebut. "Ada yang mengaku melihat kejadian pada jam yang berbeda. Bahkan ada yang tidak tahu sama sekali mengenai waktu kejadian,” tegasnya.
Ketegangan menyelimuti ruangan, menciptakan suasana dramatis yang membuat semua orang terdiam. Fakta-fakta baru yang terungkap di pengadilan semakin membingungkan. Detail mengenai bagaimana penganiayaan terjadi dinyatakan tidak sesuai dengan keterangan saksi.
Ruang sidang seolah menjadi panggung drama yang menggambarkan perjuangan Supriyani. Pihak pengadilan mengharapkan keterangan dari saksi ahli pada sidang selanjutnya, yang dijadwalkan pada 4 November 2024.
Namun, ketegangan tidak hanya berlangsung di ruang sidang. Anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka, mengeluarkan kritik pedas terhadap pemecatan Camat Baito, Sudarsono Mangid, oleh Bupati Konawe Selatan.
Sudarsono, yang kerap mendampingi Supriyani selama proses hukum, menjadi korban dari kebijakan yang dinilai tidak adil. “Ini adalah contoh nyata dari ketidakadilan yang dialami oleh mereka yang berjuang untuk mendukung keadilan,” ungkap Rieke dengan nada penuh penekanan.
Kisah Supriyani tidak hanya menyentuh hati banyak orang; ia mencerminkan ketidakadilan yang lebih luas dalam sistem pendidikan. Kasus ini adalah pengingat bahwa di balik setiap guru, ada jiwa yang berjuang untuk mencerdaskan bangsa. Masyarakat berharap agar proses hukum ini berjalan dengan transparan dan adil, demi keadilan bagi Supriyani dan semua pendidik yang berjuang dalam kondisi serupa.
Editor : Iskandar Nasution