PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id - Fakta Pertempuran 1926 Ulama Banten melawan penjajahan Belanda di Jembatan Cisanggoma, Caringin, Labuan, Banten akan kami ulas dalam artikel kali ini. Gejolak perlawanan ulama di Banten pada November 1926 adalah peristiwa penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Apalagi pada kenyataannya, kala itu Indonesia belum merdeka masih berada dalam cengkraman penjajah Belanda. Pertempuran 1926 disebut-sebut pemberontakan komunis atau PKI (Partai Komunis Indonesia). Saat itu, jadi anggota PKI bukan dosa besar.
Sebelum pecah pertempuran, pada 12 November 1926, seperti dikutip dari artikel Sindonews.com pada 2014, masuknya para ulama Banten dalam PKI, membuat para petani di Banten ikut bergabung dengan PKI dan meninggalkan Syarikat Islam (SI). Mereka mengikuti pemimpinnya karena ingin mencapai kemerdekaan Indonesia secepatnya sesuai dengan program PKI.
Sejumlah ulama pemimpin pemberontakan yang tergabung dalam PKI ditangkap polisi kolonial Belanda yang diwarnai dengan intimidasi petani. Kemudian PKI juga merekrut kelompok jawara. Di sinilah jawara memainkan perannya yang utama sehingga pertempuran pun tak terelakan seperti Menes, Labuan dan Serang. Adapun di Labuan yakni peristiwa di Jembatan Cisanggoma, Caringin, Labuan.
Lantas, seperti apa faktanya pertempuran 1926 di Labuan yang notabene disebut-sebut pemberontakan komunis?. Berdasarkan keterangan Sumber dari buku sejarah catatan keluarga dan ditulis oleh cucu dari pada KH Tb. Achmad Chatib (Residen Banten Ke 1) Nyi Ratu Nizma Salamah Oman dengan judul “Perang Cisanggoma 1926” dikutip Kamis (28/9/2023) berikut ulasannya :
Fakta Tentang Perang Cisanggoma 1926 di Banten
"Di tanah Banten dan Jawa pada 1926 terjadi pergolakan kala itu. Untuk di tanah Banten khususnya saya punya cerita yakni di Caringin, Labuan. Dalam literasi akademik, kerap disebut 'Pemberontakan 1926' atau lebih dramatis lagi disebut 'Pemberontakan PKI 1926'," ungkap Ratu Nizma dalam keterangan tersebut.
Padahal faktanya lanjut dia, dengan pimpinannya adalah para ulama dan kyai Haji. Maka disebutlah “Haji-Haji Pemberontak” kesannya orang alim, orang suci, namun memberontak dan radikal. Seharusnya julukan pemberontak itu tidak tepat, tapi perlawanan atau perjuangan rakyat Banten dalam melawan penjajah Belanda yang kejam, menindas, kemerdekaan dan kedaulatan rakyat.
Kala itu terjadi peperangan di Jembatan Cisanggoma, Labuan, Caringin, Pandeglang, seharusnya disebut dengan “Perang Cisanggoma 1926” di mana terjadi pertempuran antara pasukan Laskar Mujahidin dan pasukan kompeni Belanda. Laskar Mujahidin dibentuk dengan pimpinannya adalah Syekh Asnawi dan panglimanya adalah K.H.Tb. Achmad Chatib serta wakilnya K.H. Moekri Karabohong. Sementara Ki Emed Abdul Hadi sebagai seksi Logistik.
Pertempuran menghabiskan waktu hingga dua hari dua malam, banyak yang gugur di kedua belah pihak dan para pejuang dikubur di bawah jembatan Cisanggoma. Di bawah Jembatan Cisanggoma itu adalah kuburan para syuhada termasuk yang disebut makam komunis adalah makam para syuhada. Namun Belanda, memberi nama makam komunis. Sedangkan makam tentara Belanda terpisah.
"Belanda menangkapi para ulama Syarikat Islam. Jadi dalam literasi keluarga kami tidak ada sebutan ulama PKI, hanya sejarawan Indonesia yang baru lulus sekolah di Belanda yang bilang para syuhada kita itu PKI !." tulisnya.
Tentang Pemberontak
Disebut pemberontak atau bukan, suatu kelompok tergantung dari perspektif subjek yang memandangnya. Jika dipandang dari sudut pemerintahan yang sah secara Yuridis kala itu (Belanda), ya tentu saja mereka pantas disebut pemberontak.
"Sementara kalau dari sudut pandang kita, tentu saja mereka pejuang. Jadi, itu hanya soal sudut pandang, bukan soal fakta. Yang disebut fakta, Belanda adalah pemerintah yang sah, dan para kakek buyut kita adalah rakyat yang melawan pemerintah Belanda," kata Nizma.
Tentang PKI
Sebutan pemberontakan PKI, tidak berlebihan apalagi dramatisasi. Pasalnya, memang anggota PKI waktu itu yang asal usulnya adalah orang-orang Syarikat Islam.
Namun menurut Ratu Nizma bahwa perlawanan 1926 itu tidak dimotori oleh PKI tapi oleh gerakan Laskar Mujahidin (sumber catatan sejarah TB Achmad Suchari Chatib/ Komandan Hizbullah/ veteran pejuang).
Sebagai informasi tambahan, pada 12 November hingga 14 November 1926, polisi kolonial mulai melakukan pembalasan. Pembersihan dilakukan hingga 18 November 1926. Dalam waktu singkat, para ulama dan jawara yang melakukan perlawanan berhasil dilumpuhkan.
Sebanyak 1.300 anggota PKI dan simpatisannya di Banten ditangkap, empat di antaranya dihukum mati. Beberapa ulama ada juga yang dibuang ke Boven Digoel adalah H. Chatib, H. Asgari, H Emed, H.Mohammad Arif, H. Abdul Hamid (adik H. Chatib), H Soeeb, H. Abdul Hadi, H. Sentani, H. Akjar dan H. Artadjaja.
Itulah sekilas fakta Perang Cisanggoma 1926 di Caringin, Labuan. Semoga bermanfaat.
Editor : Iskandar Nasution