Sementara Djuhariyah, Pelindung Yayasan tersebut menyatakan bahwa sekolah mereka memang minim fasilitas toilet umum hanya ada satu satu WC dan satu untuk buang air kecil saja. Para siswa sering dolbon (buang hajat sembarangan) lantaran sudah kebelet.
Dituturkan Djuhariyah, meski minim fasilitas sekolah ini justeru memiliki banyak peminat karena sekolah ini gratis dari biaya apapun. Pihak sekolah mengaku tidak memiliki dana untuk pembangunan toilet baru karena sudah tidak memiliki anggaran lagi.
"Honor guru mulai Rp150 hingga Rp250 ribu per bulan. Meski berpenghasilan minim para guru honorer ini tetap mau mengajar karena ingin mengabdikan diri dan ilmu yang mereka dapatkan," ujarnya.
Pihak sekolah berharap adanya bantuan daru pihak pemerintah maupun swasta. Setidaknya sekolah harus memiliki empat toilet yang dilengkapi WCnya.
Untuk diketahui, kondisi sulitnya tempat buang air ini memang masalah klasik yang sudah mendarah daging. Padahal dari sudut pandang kesehatan, buang hajat sembarangan tak bisa dianggap remeh. Lingkungan yang tercemar oleh tinja rentan akan penyebaran sejumlah penyakit, termasuk diare, kolera, demam tifoid, demam paratifoid, disentri penyakit cacing jambang, ascariasis, hepatitis A dan E, penyakit kulit, dan masih banyak lainnya.
Potensi penularan lebih tinggi di kawasan beriklim tropis, terutama karena lalat. Jika orang buang hajatnya sembarangan, lalat berpotensi melakukan kontak dengan tinja manusia untuk menempatkan telurnya pada tinja, sebab tinja mengandung bahan-bahan yang dapat menjadi makanan lalat sumber penyakit.
Hal ini tentu dengan kondisi memprihatinkan kekurangan fasilitas toilet sekolah Tsanawiyah Tanwirul Kutub Bayah yang berada di Desa Cimancak, Kecamatan Bayah, Lebak, Banten Ketiadaan biaya dan bantuan pemerintah harus menjadi penghalang bagi para siswanya dalam menimba ilmu.
Editor : Iskandar Nasution