get app
inews
Aa Text
Read Next : Tradisi Usai Menang Pilkades, Warga Citorek Langsung Serbu Kolam Tangkap Ikan hingga Ternak

Heboh Citayam Fashion Week, Sosiolog Muhammadiyah Ungkap Dampak Positif dan Negatifnya

Rabu, 20 Juli 2022 | 23:14 WIB
header img
Ilustrasi sosiolog Muhammadiyah tanggapi fenomena Citayam Fashion Week. (Foto: Okezone)

JAKARTA, iNewsPandeglang.id Beberapa waktu belakangan publik Indonesia dihebohkan munculnya fenomena Citayam Fashion Week. Ini merupakan fenomena para remaja berpakaian nyentrik yang memadati kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat.

 

Melihat fenomena itu, Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Luluk Dwi Kumalasari mengatakan bahwa kepopuleran tersebut menuai banyak pro dan kontra. Sebagian masyarakat mengapresiasi cara kreatif para remaja mengekspresikan diri melalui fashion. Sebagian lainnya menilai bahwa aksi para remaja ini mengganggu dan membuat kumuh kawasan Sudirman.

 

Menurut Luluk, Citayam Fashion Week merupakan fenomena yang wajar. Hal ini didasarkan pada naluri manusia sebagai makhluk sosial untuk membentuk kelompok sesuai karakteristik dan tujuan tertentu.

 

"Komunitas ini terbentuk oleh beberapa anak muda yang tinggal di daerah Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok. Sebagai daerah penyangga Ibu Kota, para anak muda ini memiliki kreativitas yang lebih di bidang fashion," ungkapnya, dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Rabu (20/7/2022).

 

"Saya melihat bahwa keberadaan Citayam Fashion Week ini merupakan sarana para anak muda untuk mengungkapkan diri mereka secara jujur melalui sebuah fashion," imbuhnya.

 

Selain perkembangan tren fashion, Luluk menjelaskan bahwa perkembangan media sosial juga turut memengaruhi keberadaan tren ini, terutama TikTok. Para remaja di Citayam Fashion Week ini memanfaatkan medsos untuk menjadi terkenal dan mendapatkan uang. Hal ini juga melahirkan banyak seleb Instagram dan seleb TikTok seperti Jeje, Bonge, Kurma, Roy, dan lainnya.

 

"Masifnya keberadaan social media memengaruhi cara para remaja untuk berkreasi dan Citayam Fashion Week menjadi wadah baru untuk mereka," paparnya.

 

"Selain itu dengan munculnya komunitas ini juga menjadi sebuah wacana baru bahwa fashion yang selama ini identik dengan kalangan atas, juga bisa dilakukan oleh kalangan menengah ke bawah," ujarnya.

 

Lebih lanjut Luluk menerangkan beberapa dampak positif lain dari kemunculan tren ini yaitu para remaja menjadi lebih memahami kehidupan bersosial. Kreativitas para remaja sebagai content creator di medsos juga meningkat.

 

Selain itu, keberadaan para remaja ini meningkatkan penghasilan para pedagang kali lima (PKL) yang berada di sekitar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.

 

"Selain dampak positif, tentu saja hal ini juga menimbulkan beberapa dampak negatif seperti budaya buang sampah sembarangan dan cara berpakaian yang dinilai terlalu terbuka," ujar dosen kelahiran Jombang itu.

 

Luluk menjelaskan bahwa untuk melakukan pengurangan dampak negatif, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Hal-hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengedukasi, mengarahkan, dan pendampingan kepada para remaja agar komunitas ini tetap berlangsung tapi dengan minim dampak buruk.

 

"Secara keseluruhan, saya memandang bahwa tren ini sebagai hal yang positif. Saya berharap Citayam Fashion Week dapat menjadi komunitas yang dikenal secara positif tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia Internasional," ucapnya.

 

"Saya juga berharap komunitas ini dapat menunjukkan sebuah budaya fashion baru yang memiliki karakter sendiri," pungkasnya.

Editor : Iskandar Nasution

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut