JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, agar kepala daerah dari partainya menunda keikutsertaan dalam retreat di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, memicu perdebatan. Keputusan ini muncul setelah Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, ditahan oleh KPK, yang menambah ketegangan politik.
Retreat ini dianggap sebagai forum penting bagi kepala daerah untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif. Namun, dengan adanya instruksi dari partai, para kepala daerah PDIP dihadapkan pada dilema: patuh pada partai atau tetap mengikuti kegiatan pemerintahan?
Pengamat politik Ray Tangkuti menilai keputusan Megawati menahan kadernya dari retreat sebagai sinyal bahwa PDIP akan bergerak menuju oposisi keras terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Jika dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo oposisi masih bersikap moderat, maka keputusan menarik kader dari retreat bisa diartikan sebagai sinyal bahwa PDIP akan mengambil sikap yang lebih tegas," ujar Ray kepada iNews.id.
Ia juga menilai langkah ini bukan sekadar reaksi atas penahanan Hasto. Menurutnya, hubungan PDIP dan pemerintahan Prabowo sudah mulai renggang sejak Prabowo mengisyaratkan keberpihakannya pada Jokowi dalam sebuah acara Gerindra.
Situasi ini dinilai akan menyulitkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, mengingat banyak kepala daerah berasal dari PDIP. Ray memperkirakan kebijakan besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa mendapat respons dingin dari daerah yang dipimpin PDIP.
Analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai instruksi Megawati ini bisa menimbulkan dampak politik besar. Menurutnya, ada dua kemungkinan:
1. Kepala daerah PDIP tidak lagi tegak lurus dengan pemerintahan Prabowo.
2. Sebagian kepala daerah PDIP bisa saja keluar dari partai, mengatasnamakan kepentingan rakyat.
"PDIP harus berhati-hati. Jangan sampai publik menganggap ini sebagai bentuk perlawanan terhadap negara," ujar Hendri.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu menjelaskan apakah retreat ini bersifat wajib atau hanya sebatas undangan.
"Kalau wajib, jelaskan konsekuensinya bagi yang absen. Kalau tidak wajib, tegaskan agar tidak menimbulkan kegaduhan," tambahnya.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyatakan bahwa kepala daerah yang tidak mengikuti retreat kali ini tetap wajib hadir di gelombang berikutnya.
"Ini kegiatan penting. Kepala daerah tetap harus mengikuti di kesempatan berikutnya," katanya.
Bima juga mengungkapkan bahwa dari 503 kepala daerah yang diundang, 53 orang tidak hadir, dan 47 di antaranya tidak memberikan alasan jelas.
Di tengah kebingungan ini, sebanyak 57 kepala daerah PDIP sudah berada di Magelang. Namun, belum dipastikan apakah mereka akan mengikuti retreat atau hanya menunggu instruksi lebih lanjut.
Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, menegaskan bahwa kepala daerah PDIP tidak menolak ikut retreat, melainkan hanya menunda keikutsertaan.
"Prinsipnya kami bersedia, hanya menunda sesuai instruksi. Itu bukan berarti menolak," ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa mereka menunggu arahan dari Gubernur Jakarta, Pramono Anung, yang ditugaskan berkomunikasi dengan pemerintah terkait keikutsertaan mereka.
"Kami masih menunggu kejelasan. Insya Allah, dalam satu atau dua hari ke depan, kami siap bergabung," ujarnya.
Momen ini menjadi ujian bagi kepala daerah PDIP: memilih antara loyalitas kepada partai atau menjalankan tugas pemerintahan sesuai arahan pusat. Sikap yang mereka ambil nantinya akan menjadi sinyal arah politik PDIP ke depan.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait