JAKARTA, iNewsPandeglang.id – Ribuan mahasiswa terancam putus kuliah akibat pemangkasan anggaran besar-besaran di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek). Program beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), dan Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK) terkena dampak paling besar.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR, Rabu (12/2/2025), Mendikti Saintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyampaikan bahwa anggaran kementerian dipangkas sebesar Rp14,3 triliun dari total pagu Rp56,6 triliun. Pemangkasan ini menyebabkan banyak mahasiswa kehilangan bantuan pendidikan yang seharusnya mereka terima.
Program KIP-K mengalami pengurangan anggaran sebesar Rp1,31 triliun. Akibatnya, dari 844.174 mahasiswa penerima KIP-K yang masih kuliah (on going), sebanyak 663.821 mahasiswa tidak akan mendapatkan bantuan lagi pada 2025. Hal ini membuat mereka terancam putus kuliah karena tidak mampu membayar biaya pendidikan.
Tak hanya itu, pendaftaran mahasiswa baru penerima KIP-K tahun 2025 juga resmi dibatalkan. Padahal, program ini sudah membuka pendaftaran sejak 4 Februari 2025, dan tercatat 21.131 orang telah mendaftar hingga 7 Februari. Kini, mereka harus mencari alternatif lain untuk melanjutkan pendidikan.
Pemotongan anggaran juga berdampak pada Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). Dari pagu awal Rp194,7 miliar, anggaran program ini dipangkas sebesar Rp19,4 miliar. Akibatnya, dari 12.345 mahasiswa penerima BPI, sebanyak 12 mahasiswa program S3 di luar negeri terancam tidak mendapatkan dana beasiswa. Jika tidak ada solusi dari pemerintah, mereka bisa terlantar di luar negeri tanpa kepastian.
Selain itu, Kemendikti Saintek juga membatalkan penerimaan mahasiswa baru untuk program BPI tahun 2025.
Beasiswa ADIK, yang ditujukan untuk mahasiswa dari daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta Orang Asli Papua (OAP), juga terkena pemangkasan. Dari pagu awal Rp213,7 miliar, anggaran dipangkas sebesar Rp21,37 miliar. Akibatnya, 27.522 mahasiswa dari wilayah-wilayah ini terancam kehilangan akses pendidikan tinggi.
Situasi ini dikhawatirkan bisa menimbulkan gejolak di Indonesia Timur, mengingat program ini sangat membantu masyarakat di daerah terpencil untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Menteri Satryo berharap pemangkasan anggaran bisa ditekan lebih rendah agar dampaknya tidak terlalu besar bagi mahasiswa.
"Sebagian besar anggaran ini langsung dialokasikan ke perguruan tinggi dan mahasiswa penerima beasiswa. Yang dikelola oleh kantor kementerian itu sangat minim, tidak lebih dari 10 persen dari total pagu anggaran," ujar Satryo.
Mahasiswa dan masyarakat kini menunggu langkah pemerintah untuk menyelamatkan ribuan penerima beasiswa yang terancam putus kuliah. Jika tidak ada solusi, masa depan pendidikan di Indonesia bisa semakin terpuruk.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait