Tanggapan ini muncul setelah pengaduan yang diajukan oleh Muhammad Fahat, orang tua dari ketiga anak tersebut. Ia merasa bahwa penonaktifan anak-anaknya dari kegiatan belajar mengajar sangat merugikan, terutama dalam kondisi pendidikan saat ini.
Sebelumnya, Defi Fitriani, ibu dari salah satu siswa yang dipulangkan, menceritakan dengan sedih bagaimana anak-anaknya terpaksa meninggalkan bangku sekolah. "Anak-anak kami bukan murid nakal; mereka selalu rajin belajar. Tapi tiba-tiba harus dipulangkan paksa hanya karena kami tidak bisa melunasi tunggakan. "Perasaan saya sangat menyedihkan dan menghancurkan," ujarnya pada Kamis (24/10/2024).
Defi menjelaskan bahwa anak-anaknya dijemput menggunakan mobil operasional sekolah dan diantar kembali ke rumah mereka di Menes, Banten."Bahkan, guru yang mengantar mereka pun tak bisa menahan tangis," ujarnya sambil menahan sedih.
Anak tertuanya yang berada di kelas 6 kini menghadapi risiko tidak dapat melanjutkan pendidikan ke SMP karena belum mengikuti ujian nasional.
Perkembangan ini menunjukkan komitmen DP2KBP3A dalam melindungi hak-hak anak dan memastikan mereka mendapatkan akses pendidikan yang layak. Banyak pihak berharap agar musyawarah antara sekolah dan orang tua segera dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
Surat DP2KBP3A Pandeglang. Foto Istimewa
Ke depannya, diharapkan langkah-langkah seperti ini dapat menjadi contoh bagi institusi pendidikan lain dalam menangani masalah serupa, dengan tetap mengutamakan kepentingan dan hak-hak anak sebagai prioritas utama.
Pihak sekolah dan yayasan hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi mengenai kasus tersebut.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait