JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Penceramah kontroversial Dr. Zakir Naik kembali menjadi sorotan publik setelah mengeluarkan fatwa terbaru yang menganggap pendapatan dari monetisasi YouTube haram. Dalam sebuah acara di Karachi, Pakistan, pendiri Peace TV ini menyampaikan kekhawatirannya mengenai etika di balik pendapatan iklan yang diperoleh dari platform berbagi video tersebut.
Naik menjelaskan bahwa meskipun banyak kreator konten meraih penghasilan yang signifikan, mereka sering kali tidak dapat mengontrol jenis iklan yang ditayangkan. "Bahkan jika Anda memblokir iklan alkohol, masih akan ada iklan yang tidak pantas menampilkan wanita," katanya, seperti dilansir dari Islamic Information.
Ia menegaskan bahwa sifat iklan yang beredar bisa merusak pesan moral yang ingin disampaikan. Dr. Zakir Naik menyoroti fakta bahwa banyak saluran yang membagikan ulang kontennya menggunakan thumbnail yang menarik perhatian, sering kali dengan gambar wanita.
Hal ini menyebabkan saluran-saluran tersebut mendapatkan lebih banyak penayangan dibandingkan konten resmi Naik sendiri. "Disarankan kepada pembuat konten untuk menjauh dari upaya mendapatkan keuntungan melalui saluran yang tidak layak. Fokus pada iman akan membawa berkah yang lebih besar," tegasnya.
Selain itu, Naik mengungkapkan bahwa meskipun ia telah menerima peningkatan keterlibatan audiens, beberapa video dari salurannya justru mengalami penurunan jumlah penayangan akibat distorsi yang terjadi. Hal ini membuatnya semakin khawatir tentang dampak negatif monetisasi terhadap pandangan masyarakat tentang Islam.
Dr. Zakir Naik, yang sudah diburu oleh pihak berwenang India sejak 2016 karena berbagai tuduhan, kini tinggal di Malaysia sebagai penduduk tetap. Meskipun telah menghadapi kontroversi dan kritik, ia tetap melanjutkan dakwahnya dengan mengingatkan umat tentang pentingnya menjaga integritas dan moral dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam mencari nafkah.
Pernyataan Naik ini pun memicu berbagai reaksi dari publik, dengan sebagian mendukung pendapatnya, sementara yang lain mempertanyakan relevansinya di era digital saat ini. Kontroversi ini menunjukkan betapa kompleksnya perdebatan tentang etika dan profit dalam konteks media sosial dan agama.
Artikel ini telah tayang di sini
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait