JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Manuver DPR yang berupaya merevisi UU Pilkada meski bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Rapat paripurna untuk pengesahan revisi UU Pilkada tersebut akhirnya dibatalkan karena tidak memenuhi kuorum.
Revisi ini sebelumnya dianggap sebagai langkah yang terkesan terburu-buru dan memicu kecurigaan adanya agenda tersembunyi di baliknya. Demonstrasi di berbagai wilayah, termasuk Jakarta, mewarnai penolakan terhadap revisi ini.
Para pengunjuk rasa khawatir revisi UU Pilkada akan merusak proses demokrasi dan memperkuat politik dinasti di tingkat lokal. Meskipun pengesahan revisi UU tersebut dibatalkan, kericuhan dan protes yang terjadi menunjukkan ketidakpuasan publik yang besar.
Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, batalnya pengesahan revisi UU Pilkada memberikan sedikit angin segar bagi para pendukung demokrasi. Namun, pertanyaan besar tetap ada: bagaimana nasib Pilkada Serentak 2024 ke depannya? Apakah DPR akan kembali mencoba melakukan revisi, atau akan menghormati keputusan MK?
Nasib Pilkada Serentak 2024 kini bergantung pada bagaimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan para pemangku kepentingan lainnya menindaklanjuti putusan MK dalam menyusun aturan yang sesuai.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berlaku segera setelah dibacakan, dan KPU harus segera menindaklanjutinya dengan menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) yang sesuai.
"Itu berlaku untuk seluruh putusan MK, kecuali ada pengecualian yang dinyatakan dalam putusan tersebut. Misalnya, ada yang menyatakan putusan akan berlaku dua tahun lagi," ungkap Refly dalam acara iNews TV.
Mantan Ketua MK, Mahfud MD, juga mendorong KPU untuk tidak ragu menyusun aturan yang selaras dengan putusan MK, meskipun ada dinamika dalam rapat bersama DPR.
"Menurut saya memang KPU gak usah takutlah, ngapain sih udah kena sanksi moral dan sanksi etik begitu secara ramai-ramai kemarin masa ini mau takut lagi. Menurut saya di mana ya harga diri," ujar Mahfud dalam tayangan video di channel YouTube Mahfud MD Official.
Desakan agar KPU segera menerbitkan PKPU datang dari berbagai pihak, termasuk Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Iqbal memberi batas waktu hingga 25 Agustus 2024 untuk penerbitan PKPU yang memuat Putusan MK Nomor 60. Jika batas waktu tersebut diabaikan, Iqbal mengancam akan menggelar aksi protes yang lebih besar.
"Sikap kami jelas, paling lama 25 Agustus 2024, hari Minggu, harus sudah terbit PKPU baru yang memuat Putusan MK Nomor 60," kata Iqbal.
Rapat pengesahan aturan Pilkada, yang awalnya dijadwalkan pada 26 Agustus 2024, telah dimajukan oleh KPU dan Komisi II DPR menjadi 25 Agustus 2024. Rapat ini penting untuk menentukan langkah selanjutnya dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024.
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mengatakan, "Saya mengambil inisiatif dan Alhamdulillah saya sudah konsultasikan kepada pimpinan DPR, saya sudah komunikasi juga dengan pemerintah maka rapat hari Senin itu kami majukan besok (Minggu, 25 Agustus 2024) jam 10," di sela-sela rapat konsinyering bersama pemerintah, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta Pusat, Sabtu malam (24/8/2024).
Jika tidak ada langkah yang jelas dan transparan dalam penyusunan aturan ini, potensi konflik dan ketidakpastian politik bisa semakin meningkat, mengancam stabilitas menjelang Pilkada Serentak 2024.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait