SERANG, iNewsPandeglang.id - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Pejuang Keadilan (KOMPAK) Banten mendatangi Kantor JAM Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta, pada Selasa (24/10/2023). Kedatangan para mahasiswa pada momen peringatan Hari Santri Nasional di kantor Kejagung RI tersebut untuk melaporkan dugaan kasus korupsi yang melibatkan Pj. Gubernur Banten Al Muktabar
KOMPAK mensinyalir Pj Gubernur Al Muktabar ketika menjabat sebagai Sekda sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Banten terlibat dalam dugaan tindakan korupsi dana hibah pondok pesantren Provinsi Banten Tahun Anggaran 2018-2020 yang diduga merugikan negara hingga Rp70 miliar.
Adapun keyakinan itu, sebagaimana disampaikan oleh Diansyah selaku Koordinator KOMPAK Banten, karena Al Muktabar memberikan persetujuan dana hibah ponpes dengan mudah. “Seharusnya, Bapak Al lebih teliti dalam memberikan persetujuan terhadap usulan pesantren calon penerima dana hibah,” dikutip dari press rerelese yang diterima Redaksi iNewsPandeglang.id.
Diansyah menilai, persetujuan oleh Al Muktabar itulah yang menjadi akar kasus korupsi dana hibah ponpes Pemprov Banten. “Bapak Al Muktabar patut diduga terlibat dalam persetujuan ataupun penyusunan anggaran hibah pondok pesantren Provinsi Banten.”
Lebih lanjut, ia mengaku kalau dirinya dan rekan-rekannya yang tergabung dalam KOMPAK Banten terus mengikuti perkembangan kasus ini melalui media massa. Termasuk mencermati pernyataan Mantan Biro Kesra Provinsi Banten, Irvan Santoso yang menjadi salah satu terpidana dalam kasus ini (saat ini telah bebas) yang menyebutkan bahwa alokasi dana hibah ponpes Pemrov Banten Tahun Anggaran 2018-2020 di setujui Al Muktabar tanpa adanya rekomendasi calon ponpes penerima hibah, melainkan hanya berupa usulan.
"Lah kok ini baru usulan tetapi di setujui?, harusnya Bapak Al Muktabar sebagai Ketua TAPD lebih teliti dan harusnya melakukan verifikasi dan memerintahkan biro kesra membuat daftar rekomendasi penerima bukan langsung menyetujui."
"Ini kan berarti ada yang aneh, baru juga usulan kok sudah di setujui maka dari itu kami merasa kasus dana hibah ponpes Pemprov Banten Tahun Anggaran 2018-2020 tersebut perlu diusut kembali,” sambungnya lagi.
Pada momen peringatan Hari Santri Nasional ini, KOMPAK Banten berharap Kejaksaan Agung RI dapat mengusut kembali dugaan keterlibatan oknum pejabat lainnya demi mengobati perasaan kecewa masyarakat Banten.
"Kita menaruh harapan besar, melalui Kejaksaaan Agung, semangat antikorupsi dan semangat pemerintahan yang bersih dapat kita wujudkan dari kami warga Banten pada khususnya dan seluruh warga Indonesia pada umumnya."
Sementara itu, Ojat Sudrajat selaku pegiat sosial di Banten menyatakan, pelaporan KOMPAK ke Kejagung RI tersebut tidak berdasar, karena pada penyusunan APBD 2018-2020 sudah berjalan, sementara Al Muktabar baru menjabat sebagai Sekda dan Ketua TAPD Provinsi Banten pada 2019.
“Pak Al, itu baru Mei 2019 menjadi Sekda Banten dimana penyusunan APBD 2018-2020 sudah berjalan sebelumnya dan TAPD tidak membahas detail. TAPD hanya membahas gelondongan saja. Detail dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) itu ada di ranah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing,” ucapnya.
Apalagi kata pria yang dikenal sebagai pemerhati sosial, hukum, kemasyarakata, dan kebijakan publik di Banten ini, putusan mengenai kasus dana hibah ponpes Provinsi Banten tersebut sudah diuji sampai tingkat Kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kasasi kelima terpidana, yang salah satunya adalah Mantan Kabiro Kesra Provinsi Banten Irvan Susanto yang ditolak MA dan yang bersangkutan tetap menghukum penjara selama 4 tahun dan denda Rp50 juta pada Januari 2022 lalu.
Dalam putusan a quo setebal 29 halaman, pertimbangan Majelis Hakim Kasasi MA disebutkan tidak ada pihak lain yang dimintakan untuk ikut bertanggung jawab termasuk TAPD. “Sehingga clear jika yang bertanggung jawab adalah para terdakwa,” tutur pria yang mengaku mencermati dengan serius sejak awal kasus dana hibah ponpes tersebut.
Seperti yang diketahui, pada APBD tahun 2018-2020, Pemprov Banten telah memberi kucuran dana hibah sebesar Rp66.228 miliar yang diperuntukan untuk 3.364 Ponpes di Banten. Masing-masing ponpes mendapatkan sebesar Rp20 juta. Kemudian pada APBD 2020, Pemprov Banten kembali mengucurkan dana hibah untuk 4.042 ponpes sebesar Rp117,780 miliar. Setiap ponpes dianggarkan mendapatkan dana hibah sebesar Rp30 juta.
Namun, dalam pelaksanaanya, inisiatif yang semula ditujukan untuk membantu ponpes justru diduga menjadi proyek bancakan sejumlah pihak. Dari temuan audit BPKP Perwakilan Provinsi Banten negara diduga mengalami kerugian Rp 70.792.036.300. Kasus ini kemudian bergulir di pengadilan hingga ke tingkat kasasi, namun saat itu MA menolak kasasi para terdakwa, terlebih pengajuan kasasi juga diajukan oleh Kejaksaan Tinggi Negeri Provinsi Banten.
Dengan demikian, permasalahan dana hibah ponpes melalui Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten sudah inkrah dan dalam putusannya tidak ada pihak lain yang harus bertanggung jawab. “ Ini juga isu lama yang mungkin ada pihak yang belum puas,” tutur Ojat.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait