Kemudian, ia berpikir untuk mengubah merger agar Untirta memiliki Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sendiri. Ia bersama tim pun menyiapkan proposal pengajuan Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia serta meningkatkan kepercayaan masyarakat Banten terhadap kredibilitas Untirta.
“Perjalanan yang panjang. Akan tetapi, guru-guru senior dari IKIP Bandung, guru-guru saya yang mengajar di sini, menitipkan dan terus memotivasi agar Untirta memiliki Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia secara mandiri,”jelasnya.
Dosen senior itu di antaranya adalah Ketua Jurusan IKIP Bandung saat itu Alam Sutawijaya. Kemudian, ada Sukandi, Yoyo, Kosadi, Syadeli, Soleh, Iman Kusandar, Noto, dan Kartiwa. Sebagai orangtua dan dosen senior, kata Prof Aceng, mereka terus mendorong serta meminta dirinya dan tim bersama-sama membangun Untirta.
“Walaupun, waktu itu satu SKS digaji Rp 7.000 dan tiga SKS itu berarti Rp 21.000. Sementara, kontrakan saya perbulan saat itu Rp 20.000. Jadi, uang mengajar itu (hanya) lebih Rp1.000,” kenang calon rektor Untirta itu.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait