get app
inews
Aa Text
Read Next : Apa Itu UNRWA, Badan PBB yang Dilarang Israel dan Dampaknya bagi Pengungsi Palestina?

Keras! Raja Yordania Siap Perangi Israel Jika Benjamin Netanyahu Ubah Status Masjidil Aqsa

Sabtu, 31 Desember 2022 | 13:15 WIB
header img
Raja Jordania Siap Perangi Israel Jika Benjamin Netanyahu Ubah Status Masjid Al-Aqsa. Foto Wikipedia

JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Raja Yordania Abdullah II tengah menjadi perbincangan dunia karena menyatakan siap perang jika Israel mengubah status Masjid Al-Aqsa situs suci umat Islam di Yerusalem.

Pernyataan ini tentu merupakan langkah berani di tengah tercerai-berainya negara-negara Islam di Timur Tengah dalam memperjuangkan kebebasan Palestina.

Pernyataan Raja Yordania tersebut dipicu saat Israel telah memiliki pemerintahan baru di bawah kuasa Benjamin Netanyahu. Politisi senior Israel itu kembali disumpah sebagai perdana menteri Israel pada Kamis (29/12). Pelantikan dilakukan setelah 63 dari 120 suara parlemen Israel, Knesset menyetujui pemerintahannya. 

Netanyahu yang kini berusia 73 tahun telah menjabat sebagai perdana menteri Israel untuk kesekian kalinya, setelah sebelumnya berkuasa dari 1996-1999 dan 2009-2021. Pemerintahannya dikenal menjadi rezim paling keras terhadap perjuangan warga Palestina.

Pernyataan agresif tentang kesiapan untuk berperang diutarakan Raja Abdullah II saat membahas sejumlah pihak di Israel memiliki niat mengubah status Yordania selama ini sebagai pelindung sah situs suci di Yerusalem, termasuk Masjid Al-Aqsa. Dikutip dari CNN, Raja Abdullah II menyatakan bahwa Yordania punya batas kesabaran merespons niat Israel itu.

"Jika orang ingin terlibat konflik dengan kami, kami cukup siap. Jika orang ingin mendorong batasan itu, maka kami akan menghadapinya," kata Raja Abdullah II dalam wawancara khusus dengan CNN.  

Seperti yang diketahui, tidak sedikit masjid yang diubah Israel menjadi berbagai tempat hiburan. Mulai dari kelab malam hingga gedung konser. Dulu, masjid-masjid itu berada di wilayah yang dihuni masyarakat muslim Palestina.

Pemerintahan Netanyahu disebut-sebut menjadi rezim paling berhaluan kanan dalam sejarah Israel.  Hal itu membuat sejumlah pihak khawatir eskalasi konflik Israel-Palestina akan meningkat lantaran Netanyahu dikenal sebagai pemimpin yang anti-Palestina.

Lantas siapa sebetulnya Raja Yordania yang berani terang-terangan menantang Israel berkonflik? 

Mengutip dari situs resmi Raja Abdullah II, ia lahir di Amman pada tahun 1962. Dalam menempuh pendidikannya, Raja Abdullah II berkuliah di Universitas Oxford, Inggris dan School of Foreign Service di Universitas Georgetown, Amerika Serikat.

Pendidikan militer ia tempuh di Akademi Militer Kerajaan Inggris Sandhurst dan mengalami lonjakan karir saat menjadi komandan pasukan khusus Yordania. Pada bulan Februari 1999, ia naik tahta Kerajaan Hashemite Yordania setelah ayahnya, Raja Hussein bin Talal meninggal dunia.

Anggota dinasti Hasyim dianggap umat Muslim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad. Raja Abdullah II dalam hal ini merupakan keturunan ke-43 Nabi Muhammad, demikian dikutip Britannica.

Raja Abdullah II dinobatkan menjadi raja pada 9 Juni 1999. Momen ini berlangsung lima bulan usai sang ayah meninggal, tepatnya pada Februari di tahun yang sama.

Alasan Raja Yordania Abdullah II Berani Angkat Senjata Perangi Israel Raja Abdullah II merupakan salah satu tokoh penting dalam perjanjian damai Arab-Israel. Ia terus menunjukkan komitmennya dengan berpartisipasi dalam negosiasi solusi dua negara, termasuk bertemu pemimpin Israel dan Palestina. Ia juga mendesak dunia untuk memperhatikan masalah ini.

Imbas ketegangan Israel dan Palestina pada akhir 2010-an, hubungan Yordania dengan Israel memburuk. Raja Abdullah II lalu menghadapi tekanan untuk mengevaluasi kembali hubungan kedua negara.

Selama memimpin, Raja Abdullah II juga mengawasi peningkatan dan modernisasi angkatan bersenjata Yordania. Tindakan ini berguna untuk menghadapi berbagai ancaman keamanan terutama pemberontakan di Irak dan Perang Saudara Suriah.

Di bawah pimpinan Raja Abdullah II, Yordania juga memiliki kerja sama yang erat dengan Amerika Serikat.

Pada 2014, Amman bergabung dengan operasi militer AS melawan ISIS di Irak dan Al- Qaeda.

Mereka juga mengizinkan pasukan AS mempertahankan pangkalan militer di Yordania usai invasi AS di Irak. 

Editor : Iskandar Nasution

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut