JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Insiden yang mengerikan menjadi momok yang menakutkan dalam dunia persebakbolaan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Peristiwa yang menyisakan kepiluan dan keprihatinan semua pihak termasuk dunia.
Tragedi yang menelan korban hingga 125 orang itu pasca pertandingan Arema FC versus Persebaya pada Sabtu 1 Oktober 2022. Bahkan Tragedi Kanjuruhan ada di urutan kedua setelah tragedi di Peru tahun 1964 yang telah menjadi bayangan hitam dalam persepakbolaan dunia. Ketika itu, keputusan wasit dan penanganan aparat kepolisian yang tidak profesional sehingga mengakibatkan 328 orang meninggal dunia.
Nama Kanjuruhan kini terkenal ke seantero jagat. Di balik nama Kanjuruhan ternyata dari nama kerajaan Hindu aliran Siwa yang sempat Berjaya di masa lalu, dan kini namanya ditabalkan ke stadion kebanggaan Aremania.
Melansir wikipedia, Stadion Kanjuruhan sendiri adalah kandang Arema FC yang berada di Kecamatan Kepanjen dengan kapasitasnya 42.449 penonton. Stadion Kanjuruhan dibangun sejak tahun 1997 dengan biaya lebih dari Rp35 miliar.
Pada 9 Juni 2004 stadion ini diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, saat pembukaan digelar pertandingan kompetisi Divisi Satu Liga Pertamina tahun 2004, antara Arema Malang melawan PSS Sleman. Pertandingan berakhir untuk kemenangan Arema 1–0.
Pada 2010, dilakukan renovasi sebagai syarat mengikuti Liga Champions AFC 2011 dengan menambah daya pada pencahayaan.
Sementara itu, nama Kanjuruhan menurut riwayat, Kerajaan Kanjuruhan yang berdiri sejak abad ke 8 Masehi, berpusat di Malang, salah satu kerajaan tertua di Jawa Timur.
Diantara bukti keberadaan Kerajaan Kanjuruhan berada di Prasasti Dinoyo yang ditemukan pada tahun 682 Saka atau 760 Masehi. Prasasti ini ditemukan tak jauh dari aliran Sungai Metro. Ditemukan juga bangunan peninggalan Candi Badut tak jauh dari lokasi tersebut.
Menurut prasasti Dinoyo, letak pasti Kerajaan Kanjuruhan berada di sebelah barat daya Malang yaitu, Tlogomas, Merjosari, Ketawanggede, dan Dinoyo. Keempat daerah tersebut diyakini karena ditemukan berbagai peninggalan dari Kanjuruhan.
Pendiri Kerajaan Kanjuruhan tidak diketahui secara pasti. Prasasti Dinoyo menceritakan penguasa pertama Kanjuruhan adalah Dewa Singha, setelah kematian Dewa Singha kepemimpinan digantikan oleh putranya bernama Liswa. Liswa inilah yang diberi gelar Gajayana.
Dalam kepemimpinan Gajayana Kanjuruhan mengalami masa kejayaan, menjadikan penguasa terbesar dimana pemerintahan berjalan dengan baik. Raja Gajayana memerintah dengan adil dan bijaksana. Hukum-hukum ditegakkan tanpa pandang bulu sehingga rakyatnya mendapatkan keadilan yang setara.
Kepemimpinan Raja Gajayana ini menguasai berbagai kerajaan meliputi lereng timur dan barat Gunung Kawi, bahkan sisi barat kekuasaannya mencapai ke area Pegunungan Tengger Semeru. Di sisi utara hingga mencapai pesisir laut Jawa. Sementara di wilayah selatan kekuasaannya mencapai pantai selatan Pulau Jawa.
Dalam sektor pertanian dan perdagangan pada masa Gajayana sangat berkembang pesat. Sektor pertanian berkembang karena didukung kondisi geografis, sedangkan sektor perdagangan menghasilkan barang-barang komoditas dengan nilai jual berkualitas.
Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno, menjadi salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Kanjuruhan. Kerajaan Mataram Kuno mengembangkan daerah kekuasaannya khususnya Jawa Timur dengan perang dan damai.
Kanjuruhan pada akhirnya menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram. Tidak terdapat bukti mengenai perang antar kedua kerajaan. Hal ini menandakan kemungkinan Kerajaan Mataram menguasai Kerajaan Kanjuruhan dengan damai.
Kini Kerajaan Kanjuruhan dengan Raja Gajayana hanya sebuah nama dan sejarah yang dapat dikenang. Di Jawa Timur nama ‘Kanjuruan dan Gajayana’ dijadikan sebagai inspirasi nama dua stadion yang berada di Malang Raya. Tak hanya menjadi Kerajaan Kanjuruhan tertua, stadion dengan nama serupa juga menjadi stadion tertua di Indonesia.
Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan yang hingga saat ini dapat Anda kunjungi yaitu Candi Badut, yang berada di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang dan Prasasti Sangguran yang kini dijadikan untuk meresmikan Desa Sangguran menjadi cagar alam di Kota Malang, dan Prasasti Dinoyo, lokasinya berada di area kampus III Universitas Muhammadiyah Malang.
Artikel ini bersumber dari okezone.com dengan judul 'Menguak Sejarah dan Asal Usul Kerajaan Kanjuruhan Malang'
Editor : Iskandar Nasution