Jakarta, iNewsPandeglang.id - Akhir-akhir ini ramai jadi perbincangan terkait adanya kampanye hitam yang menyeret nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Karena belum lama ini sekelompok orang terdiri dari eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI) hingga mantan napi terorisme, mendeklarasikan Anies sebagai Calon Presiden (capres) 2024.
Hal tersebut mendapat tanggapan dari pengamat politik yaitu, Reza Hariyadi yang tergabung dalam Forum Doktor Ilmu Politik UI. Ia menilai adanya pola-pola stigmatisasi, framing hingga mobilisasi politik identitas biasanya menjadi modus dalam komodifikasi politik identitas. Targetnya untuk mendistorsi opini publik dan memberikan label negatif pada figur yang disasar.
“Ini tampak seperti komodifikasi politik identitas, siapa saja bisa disasar, dan Anies Baswedan sebagai figur capres bisa jadi target potensial. Mungkin motifnya untuk mencederai citra dia di mata publik," ujar Reza dikutip dari Antara, hari ini.
“Saya melihat aksi politik tersebut digelar secara terpola, sistematis dan sulit dipungkiri adanya desain politik tertentu di balik itu,” ujarnya.
Menurutnya hal aksi tersebut dapat memberi impresi politik yang bisa saja keliru kepada publik, seolah Anies dekat dengan kelompok yang dianggap radikal maupun intoleran.
“Ini bisa dimainkan oleh lawan politik untuk menyudutkan, karena dicap Islam garis keras dan menjadi tantangan bagi Anies jika maju pilpres 2024," ujar Reza.
Eks aktivis GMNI tersebut mensinyalir, aksi dukungan mobilisasi politik untuk Anies itu tidak genuine. Reza menyebut, aksi politik tersebut digelar secara terpola, sistematis, dan sulit dipungkiri adanya desain politik tertentu.
"Anies perlu mempelopori politik bermartabat dan konsisten saja menjalankan program prorakyat memecahkan masalah-masalah faktual di Jakarta yang sudah dilakukan selama menjadi gubernur DKI," jelas Reza.
Untuk melawan balik stigmatisasi intoleran dan radikal, kata Reza, bisa dilakukan Anies yang sebenarnya punya modal besar. Anies lahir dan berpengalaman sebagai aktivis dari kampus yang dikenal sebagai corong moderasi di Indonesia yang dilahirkan Cak Nur (Nurcholish Madjid), yaitu Universitas Paramadina.
Editor : Iskandar Nasution