JAKARTA, iNewsPandeglang.id - United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA) kembali menjadi sorotan internasional setelah Israel mengesahkan undang-undang yang melarang badan PBB tersebut beroperasi di negaranya. Keputusan ini memicu kekhawatiran akan masa depan bantuan bagi jutaan pengungsi Palestina, yang sangat bergantung pada layanan yang disediakan oleh UNRWA sejak didirikan pada 1949.
UNRWA didirikan berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 302 pada 8 Desember 1949 dan mulai beroperasi pada 1 Mei 1950. Badan ini dibentuk sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak akan bantuan bagi pengungsi Palestina yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian akibat konflik yang berlangsung setelah pembentukan negara Israel. Dengan motto "Kami Menyediakan Bantuan dan Perlindungan bagi Pengungsi Palestina yang Terdaftar," UNRWA memiliki misi untuk memberikan layanan pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial kepada pengungsi yang terdaftar.
Saat ini, UNRWA melayani sekitar 5,9 juta pengungsi Palestina yang tersebar di berbagai negara, termasuk Yordania, Suriah, Lebanon, dan Jalur Gaza. Selama lebih dari tujuh dekade, UNRWA telah menjadi pilar penting dalam memberikan dukungan kemanusiaan, termasuk sekolah, klinik kesehatan, dan program bantuan sosial. Tanpa UNRWA, jutaan pengungsi Palestina akan kehilangan akses ke layanan dasar yang sangat dibutuhkan.
Kebijakan Baru Israel
Pada Senin (28/10/2024), Knesset Israel mengesahkan undang-undang yang melarang UNRWA beroperasi di wilayah kedaulatan Israel, termasuk Yerusalem Timur. Keputusan ini diambil dengan alasan bahwa beberapa staf UNRWA dituduh terlibat dalam serangan oleh Hamas pada bulan lalu. Namun, Hamas membantah tuduhan ini, menyebutnya sebagai alasan yang tidak berdasar untuk menghentikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi.
Kebijakan baru ini disetujui oleh 92 anggota Knesset, sementara hanya 10 anggota yang menentangnya. Selain itu, undang-undang ini mencabut perjanjian tahun 1967 yang memberikan izin bagi UNRWA untuk beroperasi di wilayah tersebut. Akibatnya, semua aktivitas UNRWA akan terhenti dalam waktu 90 hari sejak disahkannya undang-undang tersebut.
Dampak bagi Pengungsi Palestina
Larangan ini jelas akan berdampak besar pada layanan yang diberikan kepada pengungsi Palestina. Dengan lebih dari 5,9 juta pengungsi yang bergantung pada bantuan UNRWA, keputusan ini menimbulkan kekhawatiran serius akan masa depan mereka. UNRWA beroperasi hampir sepenuhnya melalui sumbangan sukarela dari negara-negara anggota PBB. Oleh karena itu, tanpa dukungan ini, masa depan pengungsi Palestina kini dipertaruhkan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keprihatinan yang mendalam atas keputusan Israel ini. Ia menegaskan bahwa tidak ada alternatif selain UNRWA untuk memenuhi kebutuhan pengungsi Palestina. Guterres menyatakan, "Penerapan undang-undang ini berpotensi membawa dampak yang sangat merugikan bagi pengungsi Palestina di wilayah pendudukan."
Kecaman terhadap keputusan Israel datang dari banyak negara. Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong menegaskan pentingnya UNRWA dalam menyelamatkan nyawa warga Palestina, dan Australia menentang larangan ini. Kemlu Swiss dan Yordania juga menyatakan keprihatinan mereka, menyebut tindakan ini sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan kewajiban Israel sebagai kekuatan penjajah.
Krisis Kemanusiaan yang Mengintai
Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk akibat serangan Israel yang telah menewaskan lebih dari 43.000 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 101.100 orang mengalami luka-luka, dan hampir seluruh penduduk Gaza telah mengungsi. Dalam konteks ini, keputusan Israel untuk melarang UNRWA beroperasi semakin memperparah keadaan.
Dengan akses yang terbatas terhadap makanan, air bersih, obat-obatan, dan layanan medis, situasi para pengungsi Palestina sangat rentan. Penutupan UNRWA dapat memperburuk kondisi mereka, mengakibatkan lebih banyak orang yang menghadapi ancaman kelaparan dan penyakit.
Larangan Israel terhadap UNRWA mengancam masa depan jutaan pengungsi Palestina, memperburuk krisis kemanusiaan dan kebutuhan dasar mereka, serta memerlukan tanggapan tegas dari komunitas internasional.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait