TEHERAN, iNewsPandeglang.id - Masoud Pezeshkian, yang baru saja terpilih sebagai Presiden Iran, dikenal sebagai seorang politisi yang tidak takut menyuarakan pendapatnya, bahkan ketika pandangan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang sudah lama diterapkan di negaranya. Salah satu isu yang pernah ia kritik adalah aturan wajib jilbab bagi perempuan di Iran.
Masoud Pezeshkian dikenal anggota parlemen berhaluan reformis, kini telah dinyatakan sebagai presiden terpilih Iran. Dia mengalahkan kandidat ultrakonservatif Saeed Jalili di putaran kedua Pemilihan Presiden (Pilpres) Iran yang diadakan pada Jumat, 5 Juli 2024.
Pezeshkian, mantan menteri kesehatan Iran, telah mewakili mayoritas etnik Azeri di Provinsi Azerbaijan Barat sebagai anggota parlemen selama 16 tahun terakhir. Dia memiliki reputasi yang bersih tanpa tuduhan korupsi atau keterlibatan dalam skandal politik selama lebih dari 20 tahun karirnya di dunia politik.
Pada putaran pertama Pilpres Iran yang berlangsung pada 28 Juni 2024, Pezeshkian mengungguli empat kandidat lain dengan perolehan 42,5 persen suara. Di putaran kedua pada 5 Juli 2024, dia berhasil meraih 53,6 persen suara, mengamankan posisinya sebagai presiden terpilih.
Pezeshkian lahir di Kota Mahabad yang mayoritas penduduknya beretnik Kurdi di Provinsi Azerbaijan Barat. Selain bahasa Persia, dia juga fasih berbahasa Kurdi dan Azeri. Sebagai dokter terlatih, Pezeshkian bertugas sebagai tenaga medis di garis depan selama Perang Iran-Irak (1980-1988) dan kemudian mengkhususkan diri dalam bedah jantung. Dia juga memiliki karier akademis, menjabat sebagai pemimpin Universitas Ilmu Kedokteran Tabriz dari 1994 hingga 1999.
Pezeshkian memasuki dunia politik setelah meninggalkan kampus. Pada tahun 2000, dia pindah ke Teheran untuk menjabat sebagai wakil menteri kesehatan di bawah pemerintahan Presiden Mohammad Khatami. Pada tahun 2001, Khatami mengangkatnya sebagai menteri kesehatan. Meskipun menghadapi tuduhan penyalahgunaan pinjaman Bank Dunia dan tudingan lainnya pada tahun 2003, parlemen gagal untuk memakzulkannya.
Setelah meninggalkan pemerintahan pada tahun 2005, Pezeshkian mencalonkan diri sebagai anggota parlemen dan berhasil terpilih pada tahun 2008, meraih suara terbanyak di daerah pemilihan Tabriz. Sejak itu, dia telah terpilih menjadi anggota parlemen selama lima periode berturut-turut. Dari 2016 hingga 2020, Pezeshkian menjabat sebagai wakil ketua parlemen ketika kaum moderat dan reformis mengendalikan badan legislatif Iran.
Pezeshkian sempat mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2013, namun mengundurkan diri tanpa memberikan dukungan kepada siapa pun. Pada tahun 2021, dia kembali mencalonkan diri, tetapi didiskualifikasi oleh Dewan Wali, lembaga pengawas konstitusi yang juga memeriksa para kandidat pemilihan umum.
Sebagai pengikut Syiah yang taat, Pezeshkian menguasai Nahjul Balagha, kitab berisi kumpulan khotbah dan ucapan yang dikaitkan dengan Ali bin Abi Thalib. Namun, dia juga pernah mengkritik kebijakan wajib jilbab di Iran, memperingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat mendorong kebencian terhadap agama.
Pezeshkian dikenal terbuka untuk bernegosiasi dengan Barat dan mengkritik slogan-slogan yang menghujat negara lain, termasuk Amerika Serikat. Meski demikian, dia mendukung prinsip-prinsip Republik Islam Iran dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Pezeshkian juga vokal dalam membela hak-hak kelompok minoritas di Iran, meskipun para pengkritiknya menuduhnya menuruti sentimen nasionalis di antara etnik Azeri. Tuduhan tersebut telah dibantahnya.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait