LEBAK, iNewsPandeglang.id - Kabar viral baru-baru ini mengenai kemarahan Kades di Lebak terkait pelayanan Puskesmas menarik perhatian. Kades ini terlibat cekcok adu mulut dengan Kepala Puskesmas (Kapus), diduga terkait penolakan rujukan ibu hamil untuk persyaratan pendaftaran BPJS PBI menjadi sumber konflik.
Kades Rahong menyampaikan ketidakpuasan terhadap pelayanan Puskesmas Cipendeuy, Kecamatan Malingping, Lebak, Banten, sementara Kepala Puskesmas Ade membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa rujukan dilakukan berdasarkan indikasi medis.
Dalam video beredar, situasi cekcok antara Kades Rahong dan pihak Puskesmas Cipeundeuy di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten, terkait pelayanan yang diduga tidak maksimal, menunjukkan permasalahan serius dalam sistem kesehatan setempat. Pasien ibu hamil dari Desa Rahong yang mengadu karena tidak dibuatkan rujukan menambah panas situasi.
Kades Rahong, Bedi Jubaedi, menyebut terkait situasi di Puskesmas Cipeundeuy menunjukkan adanya dugaan penolakan dan ketidakpuasan dari warga terhadap pelayanan kesehatan, khususnya terkait persyaratan pendaftaran BPJS PBI. Perlunya klarifikasi dan pemahaman lebih lanjut dari pihak Puskesmas Cipeundeuy untuk menjelaskan kebijakan dan tindakan yang diambil.
Kades Rahong, Bedi Jubaedi, mengekspresikan kekecewaan atas dugaan penolakan dan kurangnya penjelasan yang dapat dimengerti oleh warga terkait program pendaftaran BPJS PBI di Puskesmas Cipeundeuy. Masalah ini menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif dan kejelasan prosedur dalam pelayanan kesehatan untuk mencegah ketidakpuasan dan ketegangan.
“Warga saya banyak yang ditolak ketika datang ke Puskesmas Cipeundeuy, harusnya pihak Puskesmas memberikan penjelasan yang dapat dimengerti oleh warga, dan program itu kan bukan dari nenek moyang Kapus, harusnya dipermudah dan jangan dipersulit, terlebih pasiennya ini ibu hamil, harusnya jadi prioritas,” tutur Kades dalam video tersebut dengan nada kesal.
Dikonfirmasi Kepala Puskesmas Cipendeuy Malingping, Ade Arifudin menyatakan bahwa berita tersebut tidak benar. Prosedur rujukan memang harus didasarkan pada indikasi medis, dan Puskesmas tidak pernah mempersulit rujukan, terutama untuk ibu hamil dan penyakit kronis. Rujukan diminta untuk membuat BPJS di RSUD Malingping, tetapi karena tidak ada indikasi medis, Puskesmas tidak memberikan rujukan.
"Berita itu tidak benar, jadi SOP rujukan itu harus ada indikasi medis, mereka minta rujukan untuk buat BPJS di RSUD Malingping. Kita tidak pernah mempersulit rujukan apalagi bumil, dan sakit kronis, yang meminta rujukan dari warga Rahong, tidak ada yang sakit semua sehat, jadi kami tidak memberikannya," ucapnya saat dihubungi, Rabu (17/1/2024).
Kades Rahong ikut rapat mengenai rujukan dan SKTM di RSUD Malingping hari ini untuk memahami prosedur tersebut. "Kalau saya baca dia (Kades Rahong) diduga tidak tahu tentang indikasi rujukan. Hari ini Kades Rahong ikut rapat tentang rujukan dan SKTM di RSUD Malingping dengan saya agar paham," pungkasnya.
Informasi mengenai kebijakan RSUD Malingping yang mengharuskan masyarakat menggunakan BPJS PBI untuk berobat, dan tidak lagi menerima Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) mulai 1 Januari 2024, memberikan gambaran mengenai perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan di wilayah tersebut. Hal ini menandakan dorongan untuk peningkatan penggunaan BPJS PBI sebagai upaya meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
Adanya perubahan kebijakan ini juga bisa memerlukan pemahaman dan sosialisasi yang baik agar masyarakat dapat memahami dan mengikuti prosedur baru tersebut.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait