PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id - Sejarah berdirinya Provinsi Banten menarik diulas dalam artikel kali ini. Di mana pada hari ini, 4 Oktober 2023, Provinsi Banten tepat berusia 23 tahun. Provinsi Banten berada paling ujung di barat Pulau Jawa yang dulunya pernah menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat.
Provinsi Banten dikenal dengan sebutan Tanah Jawara ini merupakan provinsi yang terletak di ujung paling barat Pulau Jawa. Banten awalnya sempat menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Namun seiring dengan waktu yang berjalan dengan proses yang alot, maka pada 2000 lalu akhirnya Banten resmi sebagai provinsi.
Lantas seperti apa sejarah berdirinya Provinsi Banten yang pada 2023 ini merayakan HUT ke-23?. Berikut ulasannya yang berhasil dirangkum dari buku "Mengawal Aspirasi Masyarakat Banten Menuju Iman Taqwa, Memori Pengabdian DPRD Banten Masa Bakti 2001-2004" serta berbagai sumber lainnya Rabu (4/10/2023).
Pasca Indonesia merdeka, masyarakat Banten menginginkan wilayah Banten khususnya agar mempunyai pemerintahan otonomi sendiri dari eks keresidenan dan memisahkan diri dari Jawa Barat.
Keinginan itu dipelopori oleh tokoh-tokoh spektakuler termasuk tokoh muda Uwes Qorny dengan melakukan pergerakan perjuangan pembentukan Provinsi Banten sejak 1950-an seperti yang diberikan keistimewaan terhadap provinsi lainnya. Namun sayang, tidak mendapat tanggapan yang serius.
Pada 1963 masyarakat Banten yang diwakili oleh Sochari Chatib, Ayip Zuchri, dan didukung oleh Gogo Sandjadiredja serta tokoh pemuda lainnya memperjuangkan kembali pendirian Provinsi Banten agar terlepas dari Jawa Barat. Akan tetapi belum juga membuahkan hasil.
Tak hanya sampai di situ, pergerakan terus berlanjut. Pada 1998 kembali oleh tokoh-tokoh Banten di antaranya adalah Uwes Qorny, Mochtar Mandala, KH. Embay Mulya Syarief, Soerjadi Soedirja, Hariri Hady dan lainnya terus mendesak pemerintah pusat agar segera mengesahkan pendirian Provinsi Banten.
Sehari usai Presiden Soeharto lengser pada tanggal 20 Mei 1998, ribuan masyarakat Banten yang dipimpin oleh KH. Embay Mulya Syarief dan sejumlah tokoh muda Banten mendatangi Senayan untuk menyatakan dukungan terhadap B.J. Habibie. Habibie pun kemudian menggantikan Presiden Soeharto.
Saat melakukan kunjungan ke Banten pada 1998 lalu, Presiden Habibie kala itu berkunjung ke Pondok Pesantren Darul Iman Pandeglang yang dipimpin K.H. Aminuddin Ibrahim.
Pada kesempatan tersebut Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana dan para Menteri ikut hadir yakni Mensesneg Akbar Tandjung, Menhankam/Pangab Jenderal TNI Wiranto, Menteri Agama Malik Fajar, Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Mengengah Adi Sasono. Sesuai dengan rancangan, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Iman K.H. Aminudin Ibrahim mengajukan usulan supaya wilayah eks Keresidenan Banten ditingkatkan menjadi Provinsi Banten. Presiden BJ. Habibie menyatakan tidak menolak terhadap usulan tersebut, namun usulan itu harus melalui mekanisme konstitusional.
Masyarakat Banten merasa mendapat angin segar dengan respon Presiden RI ke-3 itu, berbagai media cetak dan elektronik di Banten memuat berbagai berita tentang kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan rencana pembentukan Provinsi Banten, bahkan menjelang kampanye pemilu juga banyak dimanfaatkan elit parpol untuk menyatakan dukungan terhadap keinginan masyarakat Banten tersebut.
Awal 1999 masyarakat Banten dari anak sekolah hingga tokoh melakukan unjuk rasa di DPR RI untuk menyampaikan aspirasi pembentukan Provinsi Banten. Namun sayang, tidak menghasilkan apa pun. Setidaknya ini langkah awal memantik kaum pemuda Banten untuk membuka wacana lanjutan tentang Provinsi Banten.
Semangat masyarakat Banten untuk mendirikan Provinsi Banten tidak padam terus bergelora. Berbagai elemen mengadakan pertemuan dan didirikanlah kelompok kerja Pembentukan Provinsi Banten (PPB). Pada 18 Juli 1999 dengan PPB yang diketuai oleh H. Uwes Qorny mengadalan rapat akbar di Alun-alun Barat Kabupaten Serang dan membacakan Deklarasi Rakyat Banten 1999 yang ditandatangani oleh 30 orang tokoh Banten, antara lain Uwes Qorny, Uu Mangkusasmita, Djajuli Mangkusubrata, Gunawan, Sofyan Ichsan dan lain-lain. Deklarasi itu berbunyi sebagai berikut:
"Bismillahirrohmanirrohiim, Kami rakyat Banten dengan ini menyatakan bahwa Provinsi Daerah Tingkat I Banten sudah saatnya dibentuk. Hal-hal lain yang menyangkut legalisasi hendaknya diselenggarakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan dalam tempo yang secepat-cepatnya. Semoga Allah SWT meridho'i perjuangan kami, Amien. Serang, Ahad 5 Robi'ul Tsani 1420/Minggu 18 Juli 1999,"
Respon pemerintah terhadap keinginan rakyat Banten mulai terlihat pada akhir Juli 1999 melalui Mendagri Syarwan Hamid dalam kesempatan wisuda Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) di Jatinangor yang menyatakan bahwa keinginan masyarakat Banten adalah sesuatu hal yang wajar serta perlu diproses. Pernyataan Mendagri ini disambut hangat masyarakat Banten saat itu.
Tak sampai di situ, berbagai pergerakan di lingkungan pendidikan maupun publik terus tak berhenti. Singkat cerita, Pada Rabu, 4 Oktober 2000, ribuan masyarakat Banten, mulai dari ulama, mahasiswa, anggota LSM, seniman, memadati halaman. Gedung DPR RI yang mengadakan Rapat Paripurna. Setelah mendengarkan pandangan akhir dari fraksi-fraksi yang ada, maka rapat yang berlangsung dari pukul 9.00 hingga 13.30 WIB menyetujui pengesahan RUU Pembentukan Provinsi Banten menjadi UU Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten.
Tidak bisa dibayangkan betapa senang dan gembiranya masyarakat Banten akhirnya Provinsi Banten yang diperjuangkan itu telah lahir. Para tokoh pejuang Banten berangkulan, bersalaman mengucapkan selamat, bahkan ada yang menitikkan air mata keharuan.
Ribuan rakyat Banten histeris sambil memekik meneriakan takbir "Allaahu Akbar!", "Hidup Provinsi Banten!", "Hidup DPR!". Para ulama memanjatkan doa dan bersujud syukur di pelataran Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Ketua Umum Bakor-PBB Tb. Tryana Sjam'un berkomentar. "Kita semua masyarakat Banten patut bersyukur kepada Allah SWT karena hari ini, Rabu 4 Oktober 2000, perjuangan kita yang sudah lama dicita-citakan diterima baik oleh wakil rakyat di DPR RI dan ini berarti Provinsi Banten telah lahir dengan selamat...." (Mansur, 2001:356, wawancara dengan Tb. Tryana Sjam'un).
Banten yang beribu kota di Kota Serang dan saat ini ada 8 Kabupaten/Kota dengan luas 9.662,92 Kilometer persegi (Km2) ini akhirnya terpisah dengan Jawa Barat pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Apalagi pada kenyataanya, masyarakat Banten secara umum kulturnya juga tak jauh berbeda dengan Jawa Barat yang notabene didominasi Suku Sunda.
Secara historis Banten memiliki jalan sejarahnya sendiri yang berbeda dengan sejarah Priangan yang sempat dijajah Mataram. Sementara Banten sempat berjaya dengan kesultanannya. Bahkan sejak lama Banten dan Priangan itu berhadapan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada zaman kolonial para pamong praja Priangan dianggap sebagai kaki tangan Belanda.
Gerakan sosial yang mewabah di Banten di abad ke-19 pernah dijadikan sasaran para pejabat kolonial dan pamong praja. Perseteruan ini berlanjut hingga zaman kemerdekaan dengan adanya pengusiran birokrat Priangan oleh kaum revolusioner Banten.
Pada zaman Orde Baru malah Banten merasa dijajah kembali para birokrat Priangan yang menjadi para bupati dan pejabat. Dengan format dan struktur politik yang bersifat sentralistis, penempatan pejabat-pejabat penting di daerah seperti bupati dan walikota sangat ditentukan oleh seleranya pusat atau provinsi sehingga tak aneh jika jabatan-jabatan itu hampir selalu merupakan porsi pejabat dari Priangan. Demikian sepenggal sejarah berdirinya Provinsi Banten, semoga jadi inspirasi untuk memajukan Provinsi Banten sesuai cita-cita para pendiri provinsi tersebut.
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait