Sepenggal Cerita Nelayan Lebak : Ekonomi Kian Terpuruk gegara Larangan Ekspor Lobster

Eman Bayah
Dialog antara nelayan dengan Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) di Binangeun, Desa Muara, pada Sabtu (5/8/2023) yang mengeluhkan terkait larangan ekspor lobster. Foto iNews/Eman Bayah

LEBAK, iNewsPandeglang.id - Ini tentu kisah nelayan masyarakat kecil yang menarik diketahui publik yang berkaitan urusan dapur kehidupan. Baru-baru ini ratusan nelayan di Desa Muara, Kecamatan Wanassalam, Kabupaten Lebak, Banten, mengaku kondisi perekonomiannya kian terpuruk. Kondisi tersebut akibat penutupan larangan ekspor lobster dari benih bening lobster (BBL) yang notabene disebut benur.

Hal itu sebagaimana disampaikan para nelayan dalam acara  dialog antara nelayan dengan Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) di Binangeun, Desa Muara, pada Sabtu (5/8/2023). 

Pantauan di lokasi, pertemuan ini digelar sejak pukul 08.00 WIB yang dihadiri oleh Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Lebak Bernard SP, Kapolsek Wanasalam AKP Suparja, para pejabat setempat, dan artis sekaligus pemerhati nelayan, Wulan Guritno.


Dialog antara nelayan dengan Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) di Binangeun, Desa Muara, pada Sabtu (5/8/2023). Foto iNews/Eman Bayah

 

Sebagai nelayan kecil, tentu penghasilannya juga tergantung dari hasil melaut. Mirisnya hasil melaut hasil keringat sendiri dianggap ilegal oleh Pemerintah.

Seperti salah satunya Siti, salah seorang istri nelayan menyebutkan bahwa kondisi perekonomiannya sempat membaik dapat merasakan perekonomian keluarganya  meningkat saat menangkap benur dahulu. Namun seiring waktu muncul larangan ekspor benur, akhirnya  perekonomian keluarga kembali terpuruk.

"Poin pentingnya, intinya kami kepingin sekali soal penangkapan benih lobster menjadi legal lagi.  Sehingga tidak ada istilah sembunyi-sembunyi. Bahkan ada pengusaha-pengusaha yang selalu ditangkap," ujar Siti dalam dialog tersebut.

Menurut Siti, saat ini para nelayan di wilayahnya tidak bisa mengandalkan perekonomian keluarga dari hasil melaut yakni tangkapan ikan. Pasalnya selain perubahan cuaca, jumlah tangkapan ikan  juga tidak  menentu. Sedangkan kata dia, untuk benur jumlahnya lebih banyak dan lebih bernilai ekonomi tinggi. Namun sayangnya larangan tersebut membuatnya  was-was setiap saat. 

"Jadi, biar enggak keliatan bawa lobster pakai plastik hitam. Kalo (menangkap) benih lobster legal, lebih sejahtera lagi nelayan ini," tutur  Siti. 

Hal yang sama diungkapkan oleh Kepala Desa Muara, Ujang Hadi bahwa larangan ekspor benur ini sempat menimbulkan konflik antara warga dengan aparat. Sebab suatu hari, ada aparat yang hendak menangkap salah seorang nelayan di rumahnya. 

"Tahun 2021 hampir dikerumuni massa. Karena penangkapanya saat itu di rumah, sehingga beliau (nelayan yang mau ditangkap) terus berteriak. Massa datang dan mau berkelahi (dengan aparat). Saya turun juga, Alhamdulillah dapat dicegah," ujarnya.

Karena itu, dia berharap kepada pemerintah untuk  dapat meninjau kembali terkait larangan ekspor benur. Tidak hanya  itu, penting juga memberikan pelatihan dan menyediakan teknologi budidaya lobster yang mumpuni. 

"Sehingga benur tidak mubazir karena mati oleh predator, nelayan sejahtera, dan pemerintah pun dapat devisa," katanya penuh harap.

Editor : Iskandar Nasution

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network