get app
inews
Aa Text
Read Next : Tembok Perumahan Ambruk, Ruang Belajar dan Alat Multimedia Sekolah Pesantren di Serang Hancur

Demi Tutupi Aib? Psikolog Bongkar Alasan Mengerikan di Balik Mutilasi Sadis di Serang Banten

Rabu, 23 April 2025 | 00:57 WIB
header img
Psikolog Tia Rahmania memberikan analisis terkait faktor psikologis yang mendorong pelaku untuk melakukan mutilasi terhadap pacarnya di Serang, Banten. (Foto Instagram)

SERANG, iNewsPandeglang.id Kasus mutilasi di Serang, Banten, yang menewaskan seorang wanita muda, membetot perhatian publik. Korban, yang diduga hamil itu dibunuh dan dimutilasi oleh pacarnya, M (21). Tragisnya, korban masih hidup saat diperlakukan sangat kejam.

Dokter forensik RS Bhayangkara, dr. Donald Rinaldi, mengungkapkan bahwa korban mengalami luka bakar dan ditemukan dalam keadaan hidup ketika dimutilasi. Fakta ini membuat keluarga korban sangat terpukul dan marah. Mereka mendesak agar pelaku dihukum mati atas perbuatannya yang sangat keji.

Tia Rahmania Soroti Faktor Psikologis Pelaku Mutilasi di Serang: “Bukan Serta Merta Gila”

Tia Rahmania, psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Provinsi Banten, memberikan pandangannya terkait kasus mutilasi tragis yang terjadi di Serang. 

Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram @tiarahmania_official, Tia memberikan analisis psikologis terhadap pelaku yang tega memutilasi pacarnya sendiri yang diduga tengah hamil.

Tia menjelaskan bahwa tindakan brutal tersebut kemungkinan dipicu oleh berbagai faktor, terutama emosi sesaat akibat pertengkaran.

"Kalau ceritanya benar si korban hamil dan meminta pertanggungjawaban, lalu terjadi pertengkaran, maka ada efek emosi di situ. Emosi yang kemudian menyebabkan si pacar tidak menggunakan logika lagi, tidak menggunakan rasional lagi, sehingga terjadilah kekerasan yang menyebabkan sampai pada konteks kematian," ujar Tia dikutip Selasa, (22/4/2025).

Ia juga menyoroti pentingnya pendidikan dalam membentuk pola pikir jangka panjang seseorang. Menurutnya, pelaku yang tidak teredukasi dengan baik cenderung tidak mempertimbangkan dampak dari tindakannya.

"Kalau seseorang yang well educated, itu dipaksa, didorong sejak awal untuk berpikir panjang apa efek dan dampaknya terhadap apa yang dilakukan," jelasnya.

Tia juga melihat adanya unsur budaya dan strategi pelaku untuk menghilangkan jejak, apalagi dengan latar bahwa pelaku mengajak korban ke lokasi yang jauh dari akses bantuan.

Menariknya, Tia menyebut bahwa tindakan mutilasi itu sendiri bisa jadi bukan bagian dari rencana awal. "Ternyata kemungkinan bicara tentang mutilasi bisa jadi itu munculnya di tengah jalan. Kenapa? Karena dia harus pulang dulu untuk mengambil alat, baru dia melakukannya. Itu bisa jadi menunjukkan bahwa keinginan mutilasi itu muncul di tengah jalan atau memang sudah direncanakan," imbuhnya.

Namun demikian, Tia mengingatkan publik untuk tidak gegabah melabeli pelaku dengan sebutan “gila” atau sejenisnya. "Enggak bisa otomatis mengatain cowoknya gila dan lain sebagainya. Harus ada assessment yang lebih detail terkait hal tersebut," tegasnya.

Editor : Iskandar Nasution

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut