JAKARTA, iNewsPandeglang.id – Sebuah jaringan perdagangan manusia yang mengejutkan dunia baru saja terbongkar di Georgia, Eropa Timur. Polisi berhasil mengungkap praktik keji ini setelah tiga wanita asal Thailand berhasil melarikan diri dan mengungkap kengerian yang mereka alami.
Para korban dipenjara, disuntik hormon secara paksa, lalu sel telurnya diambil dan dijual di pasar gelap. Kasus ini menjadi bukti bahwa perdagangan manusia masih menjadi ancaman besar di berbagai negara.
Melansir Bangkok Post, tiga wanita Thailand yang berhasil kabur mengaku awalnya tergiur tawaran pekerjaan sebagai ibu pengganti (surrogate mother) melalui Facebook.
Mereka dijanjikan bayaran antara 400.000 hingga 600.000 baht (sekitar Rp192 juta hingga Rp288 juta) untuk mengandung anak bagi pasangan yang ingin memiliki keturunan. Namun, begitu tiba di Georgia, mimpi mereka berubah menjadi mimpi buruk.
Alih-alih mendapatkan kontrak kerja dan calon orang tua seperti yang dijanjikan, mereka justru dikurung di sebuah rumah bersama lebih dari 100 wanita lainnya.
Dalam konferensi pers yang disiarkan oleh Yayasan Pavena, para korban berbicara sambil mengenakan topeng dan pakaian pelindung untuk menyembunyikan identitas mereka.
Mereka mengungkapkan bagaimana mereka dipaksa menjalani prosedur medis yang mengerikan. "Kami dibawa ke sebuah rumah yang sudah dipenuhi oleh 60 hingga 70 wanita Thailand lainnya. Tidak ada kontrak atau calon orang tua. Kami hanya disuntik hormon, dibius, lalu sel telur kami diambil dengan mesin setiap bulan," ungkap salah satu korban.
Lebih parahnya, banyak dari mereka tidak menerima bayaran sama sekali. Mereka yang ingin keluar harus membayar "tebusan" agar bisa bebas.
Menurut keterangan korban, para wanita ini disuntik hormon untuk merangsang produksi sel telur. Setelah itu, mereka dibius dan sel telurnya diambil.
Sel telur tersebut kemudian dijual di pasar gelap dan diduga digunakan untuk program fertilisasi in-vitro (IVF) di berbagai negara.
Hingga kini, belum diketahui berapa banyak korban yang masih disekap di jaringan "peternakan manusia" ini.
Kasus ini menambah panjang daftar kejahatan perdagangan manusia, yang terus meningkat setiap tahun.
Menurut data Yayasan Pavena, sepanjang 2024 saja, sekitar 257 perempuan Thailand menjadi korban perdagangan manusia. Dari jumlah itu, 204 orang dibawa ke luar negeri, sementara 53 orang lainnya ditemukan di dalam negeri.
Sementara itu, menurut laporan Disrupt Human Trafficking, setiap tahun ada 25 juta orang yang menjadi korban perdagangan manusia di seluruh dunia. Kejahatan ini menghasilkan keuntungan sekitar 150 miliar USD per tahun.
Di Indonesia, pemerintah mencatat 1.061 kasus perdagangan manusia pada 2023, terdiri dari:
370 kasus perdagangan seks
603 kasus perdagangan tenaga kerja
88 kasus lainnya
Angka ini meningkat drastis dibandingkan 133 kasus pada 2022.
Terungkapnya jaringan mafia perdagangan manusia di Georgia ini membuktikan bahwa praktik keji ini masih marak terjadi. Banyak korban tertipu dengan iming-iming pekerjaan dan gaji tinggi, tetapi justru dijadikan objek eksploitasi.
Kasus ini kini dalam penyelidikan Interpol dan pihak berwenang. Polisi terus memburu dalang di balik bisnis keji ini, sementara dunia menanti langkah tegas untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan ini.
Artikel ini telah tayang di sini
Editor : Iskandar Nasution