PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, dan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Pandeglang baru-baru ini memberikan tanggapan resmi terkait penonaktifan sementara tiga siswa dari Sekolah Dasar (SD) Islam Terpadu ICMA. Tindakan tersebut dilakukan akibat adanya tunggakan pembayaran sekolah yang tidak terbayar oleh orang tua ketiga anak tersebut, yaitu M. Faeyza Athalla Febrian, M. Farraz Athilla Ahza, dan M. Fathan Atharva Ghazi.
Dalam surat yang dikirimkan kepada Kepala SD Islam Terpadu ICMA, DP2KBP3A menekankan pentingnya menjaga kepentingan terbaik bagi anak, mengingat hak-hak pendidikan yang dilindungi oleh Pasal 28C ayat (1) UUD 1945. Mereka meminta agar kebijakan yang diambil tidak merugikan anak-anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan.
"Setiap anak berhak mengembangkan diri dan memperoleh pendidikan. Kami berharap pihak sekolah dapat mempertimbangkan solusi yang tidak merugikan anak-anak," ungkap Kepala DP2KBP3A, Ahmad Saepudin, dalam surat tersebut.
DP2KBP3A juga merekomendasikan agar permasalahan ini diselesaikan melalui musyawarah antara pihak sekolah dan orang tua, serta jika diperlukan, mediasi oleh pihak ketiga yang netral. "Kami meyakini bahwa komunikasi terbuka adalah cara paling efektif untuk mencapai solusi. Anak tidak bersalah dalam situasi ini, dan seharusnya tidak menjadi korban dari kebijakan yang melanggar hak-hak mereka," lanjutnya.
Tanggapan ini muncul setelah pengaduan yang diajukan oleh Muhammad Fahat, orang tua dari ketiga anak tersebut. Ia merasa bahwa penonaktifan anak-anaknya dari kegiatan belajar mengajar sangat merugikan, terutama dalam kondisi pendidikan saat ini.
Sebelumnya, Defi Fitriani, ibu dari salah satu siswa yang dipulangkan, menceritakan dengan sedih bagaimana anak-anaknya terpaksa meninggalkan bangku sekolah. "Anak-anak kami bukan murid nakal; mereka selalu rajin belajar. Tapi tiba-tiba harus dipulangkan paksa hanya karena kami tidak bisa melunasi tunggakan. "Perasaan saya sangat menyedihkan dan menghancurkan," ujarnya pada Kamis (24/10/2024).
Defi menjelaskan bahwa anak-anaknya dijemput menggunakan mobil operasional sekolah dan diantar kembali ke rumah mereka di Menes, Banten."Bahkan, guru yang mengantar mereka pun tak bisa menahan tangis," ujarnya sambil menahan sedih.
Anak tertuanya yang berada di kelas 6 kini menghadapi risiko tidak dapat melanjutkan pendidikan ke SMP karena belum mengikuti ujian nasional.
Perkembangan ini menunjukkan komitmen DP2KBP3A dalam melindungi hak-hak anak dan memastikan mereka mendapatkan akses pendidikan yang layak. Banyak pihak berharap agar musyawarah antara sekolah dan orang tua segera dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
Surat DP2KBP3A Pandeglang. Foto Istimewa
Ke depannya, diharapkan langkah-langkah seperti ini dapat menjadi contoh bagi institusi pendidikan lain dalam menangani masalah serupa, dengan tetap mengutamakan kepentingan dan hak-hak anak sebagai prioritas utama.
Pihak sekolah dan yayasan hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi mengenai kasus tersebut.
Editor : Iskandar Nasution