JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Wasit asal Oman, Ahmed Al Kaf, mendadak menjadi musuh publik di Indonesia setelah laga Timnas Indonesia kontra Bahrain yang berakhir dengan skor imbang 2-2. Pertandingan ini diwarnai kontroversi karena gol penyeimbang dari Bahrain tercipta pada menit ke-90+9, meski tambahan waktu yang diberikan hanya enam menit.
Keputusan tersebut membuat netizen Tanah Air meluapkan amarah di media sosial, dan Ahmed Al Kaf pun menjadi sasaran kemarahan warga +62. Di berbagai platform, terutama X (sebelumnya Twitter), hujatan kepada Ahmed Al Kaf terus mengalir deras.
Banyak yang menganggap bahwa wasit ini telah "merampok" kemenangan Timnas Indonesia, dan keputusan kontroversialnya dianggap tidak adil. Bahkan, selebriti dan publik figur turut mengungkapkan kekesalan mereka.
Lantas, mengapa melihat wajah wasit ini bisa begitu memancing emosi? Psikologi kebencian menjadi topik yang menarik dalam kasus seperti ini.
Mengapa Wajah Ahmed Al Kaf Bikin Kesal?
Menurut Robert Sapolsky, penulis buku Why Your Brain Hates Other People, seseorang bisa merasa sangat kesal hanya dari melihat foto atau mendengar nama seseorang yang mereka benci. Hal ini terjadi karena otak kita dipicu oleh emosi negatif yang terakumulasi, terutama ketika peristiwa yang menimbulkan emosi tersebut dianggap merugikan.
AJ Marsden, seorang profesor psikologi di Beacon College, juga menegaskan bahwa emosi negatif seperti kebencian bisa memicu respons fisik dalam tubuh, seperti stres dan kemarahan. "Ketika kita terus-menerus disuguhkan informasi negatif tentang seseorang, rasa kebencian kita cenderung akan semakin membesar," ujarnya.
Dalam kasus Ahmed Al Kaf, masyarakat Indonesia merasa dirugikan karena cinta dan dukungan mereka terhadap Timnas Indonesia begitu besar. Keputusan kontroversial pada menit-menit akhir pertandingan membuat kemarahan itu memuncak. Terlebih, keputusan untuk membiarkan laga berjalan hingga menit ke-90+9 dirasa sangat merugikan bagi Indonesia, yang sebelumnya unggul 2-1.
Dampak Kebencian di Media Sosial
Sumpah serapah netizen Indonesia kepada Ahmed Al Kaf di media sosial semakin memperburuk situasi. Banyak yang mengatakan bahwa wajah sang wasit kini memicu perasaan kesal dan marah, bahkan tanpa perlu melihat ulang pertandingan tersebut.
Menariknya, psikologi kebencian juga menunjukkan bahwa semakin besar ikatan emosional seseorang terhadap suatu tim atau kelompok, semakin besar pula reaksi mereka ketika merasakan ketidakadilan.
Marsden memberikan saran untuk menghadapi situasi seperti ini. "Cobalah untuk menjaga jarak dari perasaan negatif. Ketika emosi sudah memuncak, sulit untuk berpikir rasional," jelasnya. Menurutnya, penting untuk tidak terjebak dalam lingkaran kebencian yang justru bisa merusak diri sendiri.
Profil Wasit Ahmed Al Kaf
Terlepas dari kontroversi yang terjadi, Ahmed Al Kaf bukanlah nama baru di dunia perwasitan internasional. Dia lahir pada 6 Maret 1983 di Oman dan telah berkarier sebagai wasit sejak 2010. Ahmed dipercaya memimpin laga-laga penting di kancah sepak bola Asia, termasuk di Kualifikasi Piala Dunia dan Piala Asia.
Namun, keputusan-keputusan Ahmed Al Kaf dalam laga melawan Bahrain akan tetap dikenang sebagai momen yang memancing amarah besar di kalangan penggemar sepak bola Indonesia.
Apakah kontroversi ini akan berakhir? Ataukah kebencian terhadap wasit asal Oman ini akan terus berlanjut? Yang pasti, keputusan-keputusannya di lapangan telah menempatkannya dalam sorotan negatif yang tak terelakkan.
Editor : Iskandar Nasution