JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Reshuffle kabinet di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo pada 11 September 2024 kembali menjadi sorotan. Salah satu yang mendapat perhatian adalah penunjukan Saifullah Yusuf sebagai Menteri Sosial menggantikan Tri Rismaharini.
Meski tersisa hanya lima bulan sebelum pemerintahan Jokowi lengser, Saifullah tetap mendapatkan hak-hak keuangan penuh, termasuk uang pensiun, seperti menteri yang menjabat lebih lama.
Penunjukan menteri di saat-saat terakhir ini memicu diskusi mengenai efektivitas reshuffle yang dilakukan di akhir masa jabatan. Publik bertanya-tanya mengenai dampak nyata dari pengangkatan menteri yang hanya memiliki waktu singkat untuk bekerja, sementara biaya seperti renovasi ruang kerja hingga penyesuaian administrasi tetap harus dilakukan.
Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai bahwa pengangkatan Syaifullah Yusuf sebagai Menteri Sosial tidak memiliki urgensi, mengingat masa jabatan yang sangat singkat. "Tidak ada urgensi sekaligus imbas dari kinerja satu bulan dari Syaifullah Yusuf, semestinya ini cukup dijalankan pelaksana tugas," kata Dedi kepada SINDOnews.
Lebih lanjut, Dedi menilai bahwa penunjukan Gus Ipul ini lebih terkait dengan kedekatan Presiden Jokowi dengan PBNU, di tengah konflik organisasi tersebut dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). "Bahkan jika didekatkan dengan upaya penelusuran kasus Mendes, bukan tidak mungkin reshuffle ini kental nuansa politis, bukan kebutuhan kekosongan posisi kementerian,"katanya.
Ekonom Bhima Yudhistira menyoroti beban negara terkait tunjangan dan hak pensiun menteri yang baru dilantik meski hanya menjabat dalam waktu singkat. "Meski hanya 1-2 bulan menjabat, beban belanja negara untuk tunjangan dan hak pensiun menteri bisa dianggap wasted resources, belanja yang mubazir," ujar Bhima kepada MNC Portal.
Tunjangan pensiun menteri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya. Pasal 10 menyebutkan bahwa menteri yang berhenti dengan hormat berhak memperoleh pensiun. Pasal 11 menjelaskan besaran pensiun yang diterima berdasarkan masa jabatan.
Bhima juga menambahkan bahwa beban negara saat ini besar, khususnya dalam pos belanja pegawai yang mencapai Rp460,8 triliun atau 18% dari total belanja pemerintah pusat. Ruang fiskal yang sempit membuat kekhawatiran akan semakin melebarannya defisit APBN.
"Belanja untuk tunjangan dan hak pensiun menteri tampaknya tidak dipertimbangkan dalam reshuffle ini," jelas Bhima.
Lebih lanjut, Bhima menyebut tunjangan menteri baru juga tidak efektif, karena waktu adaptasi menteri baru yang terlalu singkat untuk menjalankan program dengan baik. "Dalam 1-2 bulan ketika fase adaptasi, sulit rasanya berharap ada peningkatan kinerja dari menteri baru yang menjabat di waktu super singkat," tambahnya.
Berapa Gaji, Tunjangan dan Pensiunan Menteri
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000, gaji pokok seorang menteri adalah Rp5.040.000 per bulan. Selain gaji pokok, menteri juga mendapatkan tunjangan yang diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 68 Tahun 2001. Tunjangan jabatan bagi menteri negara sebesar Rp13.608.000.
Untuk menghitung uang pensiun, dasar perhitungannya adalah gaji pokok menteri yang sebesar Rp5.040.000 per bulan. Berdasarkan simulasi, menteri yang menjabat selama dua bulan akan menerima pensiun sebesar Rp100.800 per bulan setelah masa jabatannya berakhir.
Sebagai tambahan, Pasal 11 PP Nomor 60 Tahun 2000 menyatakan bahwa menteri yang berhenti dengan hormat berhak mendapatkan pensiun pokok yang ditetapkan berdasarkan persentase dari dasar pensiun, dengan maksimum sebesar 75% dari dasar pensiun jika berhenti karena alasan kesehatan yang disebabkan oleh dinas.
Penetapan hak pensiun ini menimbulkan perdebatan mengenai efisiensi belanja negara, mengingat tunjangan pensiun tetap diberikan meskipun masa jabatan menteri sangat singkat.
Selain Saifullah Yusuf, beberapa menteri lain juga mengalami pergantian dalam waktu singkat sebelum masa pemerintahan berakhir. Fenomena ini semakin menyorot biaya administrasi dan hak keuangan yang tidak sebanding dengan waktu kerja mereka.
Daftar Lengkap Menteri yang di-reshuffle dalam Periode Kedua Jokowi dirangkum dari berbagai sumber :
1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan:
- Mahfud MD digantikan Hadi Tjahjanto pada 21 Februari 2024, setelah Mahfud maju dalam Pilpres 2024.
2. Menteri Hukum dan HAM:
- Yasonna Laoly digantikan Supratman Andi Agtas pada 19 Agustus 2024.
3. Menteri ESDM:
- Arifin Tasrif digantikan Bahlil Lahadalia pada 19 Agustus 2024.
4. Menteri Perdagangan:
- Agus Suparmanto digantikan Muhammad Lutfi pada 23 Desember 2020.
- Muhammad Lutfi kemudian digantikan Zulkifli Hasan pada 15 Juni 2022.
5. Menteri Pertanian:
- Syahrul Yasin Limpo digantikan Amran Sulaiman pada 25 Oktober 2023 setelah kasus korupsi.
6. Menteri Kelautan dan Perikanan:
- Edhy Prabowo digantikan Sakti Wahyu Trenggono pada 23 Desember 2020.
7. Menteri Kesehatan:
- Terawan Agus Putranto digantikan Budi Gunadi Sadikin pada 23 Desember 2020.
8. Menteri Sosial:
- Juliari Batubara digantikan Tri Rismaharini pada 23 Desember 2020.
- Saifullah Yusuf menggantikan Tri Rismaharini pada 11 September 2024.
9. Menteri Komunikasi dan Informatika:
- Johnny G. Plate digantikan Budi Arie Setiadi pada 17 Juli 2023.
10. Menteri PANRB:
- Tjahjo Kumolo digantikan Abdullah Azwar Anas pada 7 September 2022.
11. Menteri Pemuda dan Olahraga:
- Zainudin Amali digantikan Dito Ariotedjo pada 3 April 2023.
Reshuffle di akhir masa jabatan Presiden Jokowi menjadi topik hangat, khususnya mengenai jabatan yang singkat dan pemberian hak-hak penuh seperti uang pensiun. Publik mempertanyakan efisiensi serta manfaat dari perubahan ini, terutama saat tantangan ekonomi dan sosial menuntut fokus pemerintah yang lebih besar. Fenomena ini akhirnya memicu kontroversi di kalangan masyarakat terkait urgensi reshuffle di penghujung masa jabatan.
Editor : Iskandar Nasution