JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Sosok KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo atau yang akrab dipanggil Mbah Benu memang menjadi perbincangan di media sosial karena pernyataannya tentang 'menelepon Allah SWT' untuk menentukan tanggal 1 Syawal 1445 H sebagai pertanda Hari Raya Idul Fitri 2024. Sosok pria ini pun lansung menjadi buah bibir.
Namun, setelah pernyataannya menjadi viral, Mbah Benu mengklarifikasi maksud dari 'menelepon' Tuhan. Dia menjelaskan bahwa istilah tersebut sebenarnya merupakan bagian dari perjalanan spiritualnya dan kontak batin dengan Allah SWT.
Mengutip unggahan dari akun @merapi_uncover, Sabtu (6/4/2024) Mbah Benu menjelaskan, "Jadi terkait pernyataan saya tadi pagi tentang istilah menelepon Gusti Allah SWT, itu sebenarnya hanya istilah. Itu sebenarnya merupakan perjalanan spiritual saya, kontak batin dengan Allah SWT," katanya.
Nah, seperti apa sosok Mbah Benu Imam Masjid Aolia Gunungkidul?
Melansir iNews.id, sosok Mbah Benu, Imam Masjid Aolia Gunungkidul yang viral karena dikenal sebagai orang yang 'menelepon Tuhan', sebenarnya memiliki latar belakang yang menarik. Lahir dengan nama KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo, Mbah Benu memiliki sejarah yang kaya. Ia lahir pada 28 Desember 1942 di Pekalongan dan dibesarkan di Solotiang, Maron, Purworejo.
Meskipun sempat berkuliah di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, Mbah Benu memilih untuk menetap di Giriharjo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul sejak 27 Juli 1972. Ayahnya, KH Sholeh bin KH Abdul Ghani bin Kiai Yunus, merupakan seorang guru ngaji yang juga memberikan pengajaran agama kepada Mbah Benu.
Selain itu, Mbah Benu juga merupakan keturunan berdarah biru dari Purworejo. Walaupun memiliki kesempatan untuk menjadi seorang dokter, Mbah Benu memilih untuk tidak mengejar gelar tersebut karena alasan keyakinan. Ia memiliki pengetahuan yang luas, tidak hanya dalam ilmu agama, tetapi juga dalam bidang kedokteran, pertanian, perikanan, dan hal-hal spiritual.
Pada tahun 1984, Mbah Benu bersama masyarakat mendirikan Masjid Aolia di sisi petigaan Giriharjo, Panggang. Masjid ini dibangun dengan ornamen klasik yang menyerupai bangunan dari abad ke-19, dan terletak di seberang jalan arah Parangtritis.
Mbah Benu memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat yang tergabung dalam jemaah Aolia. Mayoritas jemaah berasal dari wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sebagai sesepuh di daerah Panggang, Gunungkidul, Mbah Benu dipercaya sebagai Mursyid atau guru bagi jemaah Aolia.
Jemaah Aolia tersebar di berbagai daerah, terutama di Jawa Tengah dan DIY, di mana mereka melaksanakan sholat Id secara bersamaan. Meskipun jumlahnya sangat banyak dan tidak dapat dihitung secara pasti, diperkirakan ada sekitar 10 titik di Kecamatan Panggang saja.
Jemaah Masjid Aolia bukan merupakan organisasi resmi, namun menganut aliran Ahlu Sunnah wal Jamaah. Terbentuknya jemaah ini sudah cukup lama, yakni sekitar tahun 1983.
Mbah Benu dikatakan memiliki keilmuan secara Laduni, yaitu ilmu yang turun tiba-tiba ke dalam dirinya. Selain itu, dia juga dibimbing oleh berbagai Mursyid lainnya, seperti Gus Jogo Rekso di Muntilan, Syech Jumadil Kubro di Gunung Turgi, dan Sunan Pandanaran di Klaten. Pendidikannya juga meliputi mondok di Pesantren Mbulus dan pesantren daerah Maron Purworejo.
Dalam ajaran Islam, ilmu dibedakan menjadi dua jenis: ilmu kasbi yang diperoleh melalui usaha dan ilmu laduni yang diberikan langsung oleh Allah SWT ke dalam hati seseorang. Mbah Benu dipercaya memiliki pemahaman mendalam tentang kedua jenis ilmu ini.
Meskipun pemerintah belum memutuskan tanggal resmi 1 Syawal, Mbah Benu dan jemaahnya memutuskan untuk merayakan Idul Fitri pada tanggal yang mereka pilih sendiri, yaitu Jumat, 5 April 2024. Hal itu lanyaran mereka juga memulai puasa sejak 7 Maret 2024.
Editor : Iskandar Nasution