PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id - Tradisi salam tempel atau membagi-bagikan uang saat Hari Raya Idul Fitri memiliki akar dalam budaya dan tradisi yang telah berkembang dalam masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Tradisi ini telah menjadi kebiasaan di masyarakat Indonesia, baik kepada anak-anak maupun orang dewasa, dengan menggunakan amplop yang unik dan menarik.
Namun, dari mana asal usul tradisi salam tempel ini?. Nah, berikut ini penjelasanlebih lanjut terkait asal-usul tradisi salam tempel saat lebaran kami rangkum dari berbagai sumber, Selasa (2/4/2024).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "salam tempel" adalah kata kiasan yang artinya bersalaman sambil menyelipkan uang atau amplop berisi uang. Tradisi ini sudah ada sejak abad pertengahan, pertama kali dilakukan pada zaman Kekhalifahan Fatimiyah dari Afrika Utara, di mana mereka membagikan uang, pakaian, atau permen kepada orang-orang saat hari pertama Lebaran.
Tradisi salam tempel semakin menguat pada masa Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman), di mana tempel berubah menjadi bagi-bagi uang tunai. Asal-usul tradisi salam tempel saat Lebaran atau membagi-bagikan uang saat Hari Raya Idul Fitri memang berakar pada kebiasaan Khalifah Dinasti Fatimiyah di Afrika Utara pada abad pertengahan. Pada masa itu, tradisi ini merupakan bagian integral dari perayaan Idul Fitri yang melibatkan pemberian uang, pakaian, atau permen kepada anak-anak muda dan masyarakat umum pada hari pertama perayaan.
Seiring berjalannya waktu, tradisi salam tempel mengalami evolusi. Pada akhir era Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman sekitar lima abad kemudian, praktik membagikan hadiah pada Hari Raya Idul Fitri memang mengalami perubahan signifikan. Salam tempel atau membagikan uang memang mulai lebih terfokus pada pemberian uang tunai, dan umumnya praktik ini hanya dilakukan dalam lingkup keluarga.
Perubahan ini dapat dipahami sebagai bagian dari evolusi sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat. Dengan berubahnya bentuk pemberian hadiah menjadi lebih terfokus pada uang tunai, mungkin sebagai respons terhadap perubahan kebutuhan dan preferensi masyarakat pada masa itu.
Selain itu, keterbatasan waktu dan sumber daya juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan ini, sehingga tradisi salam tempel mulai lebih banyak dilakukan di lingkup keluarga daripada kepada masyarakat umum.
Tradisi salam tempel terus berkembang seiring berjalannya waktu. Kegiatan membagi-bagikan uang saat hari raya memang tidak hanya terbatas pada anggota keluarga, tetapi juga mulai diperluas kepada kerabat dan orang-orang yang membutuhkan.
Awalnya dimulai sebagai bagian dari perayaan keagamaan, tradisi ini kemudian berkembang menjadi simbol kemurahan hati dan solidaritas dalam masyarakat. Dengan memperluas lingkup penerima manfaatnya, tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan antarindividu dalam masyarakat dan memberikan kontribusi positif dalam membangun kebersamaan dan persatuan.Tradisi ini tidak hanya memperkaya budaya Indonesia, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat hubungan antarindividu dalam masyarakat.
Selain itu, tradisi ini juga berkaitan dengan tradisi Tionghoa yang dikenal sebagai "angpao" (hóngbāo), yaitu bingkisan dalam amplop merah yang berisi sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek atau perayaan lainnya.
Angpao muncul pada berbagai acara pertemuan masyarakat atau keluarga, seperti pernikahan, ulang tahun, atau tahun baru Imlek, dengan harapan keberuntungan dan energi positif. Tradisi salam tempel tidak hanya sekadar memberikan uang, tetapi juga mengandung filosofi di dalamnya. Bagi banyak orang tua, memberikan anak uang tunai adalah cara yang menyenangkan untuk memperkenalkan pendidikan keuangan dan tanggung jawab kepada mereka, serta memberikan kebebasan untuk memilih bagaimana mereka ingin membelanjakan atau menyimpan uang tersebut.
Secara keseluruhan, tradisi salam tempel saat Lebaran memiliki akar budaya yang dalam dan mengandung nilai-nilai kebaikan, kebahagiaan, dan kedermawanan yang telah terus diteruskan dari generasi ke generasi di masyarakat Indonesia.
Editor : Iskandar Nasution