get app
inews
Aa Text
Read Next : Dinas DKP Layangkan Surat, Astrid Jayengsari Pasang Patok Larangan di Lahan Proyek Docking Kapal

Kisah Tugu Cibaliung di Pandeglang, Sejarah Kelam Kekejaman Laskar Bambu Runcing

Minggu, 24 September 2023 | 23:38 WIB
header img
Tugu Cibaliung yang berada di Kampung Dahu Satu, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cibaliung,Pandeglang, Banten merupakan saksi bisu sejarah kelam kekejaman Laskar Bambu Runcing. Foto tangkapan layar youtube Guide Kasarung.

PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id - Tugu Cibaliung yang terletak di Kampung Dahu Satu, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, Banten merupakan saksi bisu sejarah kelam pada jaman gerombolan. Dulunya, di tugu tersebut merupakan peristiwa patriotik para pahlawan di Kabupaten Pandeglang dalam sebuah pertempuran.

Dihimpun dari berbagai sumber, akibat pertempuran itu telah gugur para pahlawan. Ironisnya,  peperangan bukan melawan  penjajah Belanda atau Jepang, namun perang dengan bangsa sendiri yang tergabung dalam gerombolan Laskar Bambu Runcing.

Seiring dengan perjalanan waktu, dibangunlah tugu di lokasi yang menjadi tempat terbunuhnya para pahlawan yang bertempur dengan gerombolan tersebut. Tugu Cibaliung diresmikan oleh Brigjen Pol Soegiri Soedibja Kadapol VII Jawa Barat pada 25 September 1971, tugu ini diberi nama Tugu Tjibaliung.

Pembangunan  tugu peringatan pahlawan ini bertujuan untuk mengenang para pahlawan-pahlawan Banten yang gugur saat agresi militer Belanda kedua pada 5 Oktober 1949 di Cibaliung, Pandeglang, Banten.

Konon, para pejuang  kala itu, Belanda terus melakukan agresi di wilayah Banten, hingga menguasai kembali Banten. Hingga pada Desember 1948 Belanda berhasil menguasai keresidenan Banten. Belanda pun langsung mendirikan pemerintahan baru yang dipusatkan di Serang yang diberi nama Territoriaal Bestuurs Adviseur (TBA).

Residen Banten pertama Tubagus Achmad Chatib Al-Bantani  masuk ke pedalaman Banten Selatan dan membentuk pemerintahan sipil supaya bisa mengimbangi pemerintahan TBA bentukan Belanda tersebut. Komandan Brigade Letkol Eri Soedewo bersama stafnya juga bergerilya dan berpindah-pindah tempat  ke pedalaman Banten.

Strategi ini terpaksa dilakukan mengingat persenjataan yang dimiliki para TNI belum bisa mengimbangi kelengkapan dan kecanggihan persenjataan tentara Belanda. Pada Agustus 1949, Pemerintah Indonesia dan Belanda  setuju  untuk mengakhiri gencatan senjata  yang mengawali akhir dari peperangan. Letkol Eri Soedewo  pun ditarik ke pusat meenjabat Kepala Staf Divisi Siliwangi. 

Saat  pemerintah Banten dan masyarakat bekerja sama gotong royong memperbaiki fasilitas yang rusak dan hancur akibat perang,  sekitar 400 orang anggota Laskar Bambu Runcing yang dipimpin Khaerul Saleh yang merupakan para pengikut Tan Malaka datang ke Cibaliung  melalui jalur Malingping, Lebak Selatan, untuk menghindari pasukan tentara Belanda dan TNI.

Para gerombolan tersebut berupaya untuk menguasai dan menduduki wilayah Cibaliung yang notabene secara administratif kawedanan. Gerombolan- gerombolan Laskar Bambu Runcing mulai melakukan aksinya.

Di wilayah itu, gerombolan mulai berhasil menangkap dan menawan Wakil Residen Banten Ahmad Fathoni, Kepala Polisi Wilayah (Kapolwil) Keresidenan Banten, Komisiaris Tingkat I, Joesoef Martadilaga dan Kapten TNI, Moechtar Tresna  selama satu hari.

Kemudian, ketiga orang tersebut dibunuh di daerah Kampung Dahu Satu, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cibaliung dan ketiga jenazahnya dimasukan ke dalam satu lubang yang  kini menjadi Tugu Peringatan Pahlawan.

"Peristiwa di Cibaliung sana itu yang mengakibatkan Pak Yusuf Martadilaga meninggal dunia itu memang sebuah peristiwa yang mengerikan ya..satu peristiwa yang menurut kita tidak layak untuk diungkapkan, karena memang keji sekali," ucap Direktur Banten Heritage, Dadan Sujana seperti dikutip dalam kanal youtube Guide Kasarung.

Tidak hanya itu, kekejaman Laskar Bambu Runciny juga terus melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggapnya musuh. Tiga hari setelah peristiwa pembunuhan tersebut, jenazah Joesoep Martadilaga, Ahmad Fathoni dan Moechtar Tresna di temukan oleh pihak keluarga, kemudian di pindahkan dan dimakamkan.

Di bulan yang sama gerombolan  Laskar Bambu Runcing akhirnya berhasil ditumpas oleh TNI melalui  Brigade Tirtayasa di bawah komando Letnan Satu Jambar Wardana, yang dibantu oleh Batalion Brigade Suryakencana Sukabumi pimpinan Kosasih.

Kala itu Laskar Bambu Runcing  sudah tersebar ke sejumlah wilayah di Banten Selatan di antaranya Cibaliung, Cibadak dan Aermokla Ujung Kulon yang menjadi target TNI. Sehingga terjadi  pertempuran yang sengit. Ratusan anggota gerombolan tersebut tewas dan sisanya ada yang menyerah juga ada yang  melarikan diri ke hutan Ujung Kulon.

Ketiga jenazah pahlawan Pandeglang tersebut yang dimasukan ke lubang dalam waktu tiga hari ditemukan kemuduan dipindahkan dan dimakamkan pada tempat yang berbeda. Jenazah Joesoef Martadilaga dimakamkan di makam keluarga, kampung Ciherang, Pandeglang  sementada  Jenazah Ahmad Fathoni dimakamkan di Serang dan  jenazah Moechtar Tresna dibawa ke Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Itulah Kisah Tugu Cibaliung sejarah kelam kekejaman Laskar Bambu Runcing dan kisah pahlawan Pandeglang. Semoga  bermanfaat.

Editor : Iskandar Nasution

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut