JAKARTA, iNewsPandeglang.id – Menteri Invetasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan ketika harga minyak dunia melambung tinggi beban belanja pemerintah untuk subsidi BBM kian membengkak.
Maka dari itu Bahlil mengungkapkan bahwa untuk menahan kinerja APBN yang berat untuk memberikan subsidi sebesar Rp500 triliun lebih, maka menurut bahlil kemungkinan besar subsidi untuk BBM bakal dipangkas.
"Tetap Subdisi ada, tapi untuk rakyat menengah ke bawah, motor dibawah 250cc, angkutan umum untuk logistik kepentingan rakyat, tetapi untuk yang lainnya tidak ada subsidi," kata Bahlil saat ditemui di Kantornya, Jumat (12/8/2022).
Bahlil mengungkapkan selama ini belanja BBM subsidi lebih banyak dimanfaatkan oleh orang yang sebenarnya tidak berhak, atau sering disebut subsidi yang salah sasaran.
"Minyak-minyak itu dikasih ke perushaan kebun, perushaan tambang, gimana tuh, pajaknya dari rakyat kecil, Subdisinya ke orang yang tidak pantas mendapat subsidi," lanjut Bahlil.
Menurutnya jika subsidi BBM terus dibiarkan ditengah harga minyak yang terus melonjak, maka besar kemungkinannya 25% dari pendapatan negara habis hanya untuk belanja minyak.
"Karena kira harus menjaga beban rakyat, tetapi kita juga harus menjaga keseimbangan terhadap fiskal, karena dari Rp500 sampai Rp600 triliun, itu sama dengan 25% dari total pendapatan negara, apalagi Subsidi itu tidak tepat sasaran," sambungnya.
Lebih lanjut Bahlil menjelaskan bahwa harga minyak yang ada di APBN sebetulnya berada di angka USD63-73 per barel, sedangkan harga minyak dunia sendiri sejak Januari - Juli 2022 sudah berada diangka USD100 per barel.
"Sekarang kita masih split sekitar Rp5 ribu, ini harga yang tinggi, ini yang menjadi beban subsidi kita, mungkin subsidi kita tetap ada, tapi angkanya yang harus kita perkecil," pungkasnya.
"Sementara itu, impor tetap solid, seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi domestik," ujar Faisal.
Faisal juga memperkirakan sepanjang semester II-2022 harga komoditas global akan kembali normal yang berdampak pada menurunnya kinerja ekspor Indonesia. Di sisi lain, impor akan tetap solid seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan terus naik seiring meningkatnya mobilitas masyarakat.
Dengan proyeksi ini, ia memperkirakan neraca transaksi berjalan tahun 2022 masih akan mencatatkan surplus, tetapi dengan nilai yang kecil yakni sebesar 0,03 persen dari PDB, lebih kecil dari tahun 2021 yang sebesar 0,28 persen.
Seperti diketahui, pada Senin (15/8) nanti, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data neraca perdagangan Indonesia Juli 2022.
Editor : Iskandar Nasution