Heboh! 3 Siswa SDIT Dipulangkan karena Tunggak SPP Rp42 Juta, Apa Bedanya dengan SPP SD Biasa?

Epul Galih
Siswa tertua SDIT di Pandeglang belajar di rumah.Pemulangan paksa mereka akibat tunggakan SPP memicu perhatian publik terhadap tingginya biaya pendidikan di sekolah berbasis agama. Foto Iskandar Nasution.

PANDEGLANG, iNewsPandeglang.id - Kasus tiga siswa SD Islam Terpadu (SDIT) di Pandeglang yang dipulangkan paksa karena tunggakan biaya pendidikan sebesar Rp42 juta membetot perhatian masyarakat khususnya di Pandeglang, Banten dan memicu perdebatan tentang akses pendidikan. Kejadian ini mengundang simpati dan menimbulkan pertanyaan besar, apa yang membuat biaya di SD Islam Terpadu begitu tinggi dibandingkan SD biasa? Bagaimana perbedaannya?

Kisah Pilu di Tengah Kesulitan Ekonomi

Ketiga siswa SDIT di Pandeglang ini dikenal berprestasi, tetapi sayangnya harus merasakan pahitnya dihentikan dari sekolah di tengah tahun ajaran. Orangtua mereka, yang bekerja sebagai buruh harian, tak sanggup melunasi tunggakan biaya yang terus menumpuk hingga Rp42 juta. Akibatnya, anak-anak ini harus pulang paksa saat jam pelajaran, sebuah tindakan yang menghancurkan semangat belajar mereka.

Defi Fitriani, ibu dari salah satu siswa yang dipulangkan, menceritakan dengan air mata bagaimana anak-anaknya terpaksa meninggalkan bangku sekolah. "Anak-anak kami bukan murid nakal, mereka selalu rajin belajar. Tapi tiba-tiba harus dipulangkan paksa hanya karena kami tidak bisa melunasi tunggakan. Rasanya sedih dan hancur," ungkapnya pada Kamis (24/10/2024).

Defi menambahkan bahwa anak-anaknya dijemput oleh mobil operasional sekolah dan diantar pulang ke rumah mereka di Menes, Banten. "Bahkan guru yang mengantar mereka pun ikut menangis," ujarnya dengan berurai air mata.

Anak tertuanya yang duduk di kelas 6 kini terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP karena belum mengikuti ujian nasional.

SD Islam Terpadu vs SD Biasa Apa Bedanya?

Kasus ini memicu pertanyaan tentang apa yang membuat biaya pendidikan di SD Islam Terpadu lebih mahal daripada di SD biasa. Berikut adalah beberapa perbedaan utama yang perlu diketahui orangtua kami kutip dari berbagai sumber, Jumat (25/10/2024).

1. Kurikulum yang Lebih Kompleks
SD Islam Terpadu biasanya menggabungkan kurikulum nasional dengan pendidikan agama Islam yang lebih mendalam, termasuk pelajaran Al-Quran, Hadis, Fiqih, dan akhlak. Selain itu, ada kegiatan rutin seperti shalat dhuha, pesantren kilat, dan hafalan Al-Quran, yang tidak ditemukan di SD biasa. Tujuan utamanya adalah membentuk karakter Islami anak sejak dini.


Siswa tertua SDIT di Pandeglang belajar di rumah, disaksikan oleh ibunda, Defi Fitriani. Pemulangan paksa mereka akibat tunggakan SPP memicu perhatian publik terhadap tingginya biaya pendidikan di sekolah berbasis agama. Foto Iskandar Nasution.

 

2. Biaya yang Lebih Tinggi
Dengan tambahan program keagamaan dan kegiatan ekstrakurikuler Islami, SD Islam Terpadu umumnya menetapkan biaya sumbangan pendidikan dan SPP yang lebih tinggi. Biaya ini mencakup fasilitas khusus seperti laboratorium agama, ruang hafalan, dan kegiatan pembinaan karakter. Di SD biasa, fokusnya lebih pada pendidikan umum dan ekstrakurikuler seperti seni, olahraga, atau sains.

3. Pendekatan Pendidikan
SD Islam Terpadu menekankan pendidikan berbasis nilai Islami, sementara SD biasa cenderung lebih berfokus pada kurikulum nasional dengan porsi pendidikan agama yang lebih sedikit. Anak-anak di SDIT mungkin lebih sering terlibat dalam aktivitas keagamaan dibandingkan anak-anak di SD biasa.

Apakah Biaya Pendidikan Tinggi Sepadan?

Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan di benak banyak orangtua: apakah biaya tinggi di SD Islam Terpadu sepadan dengan kelebihan yang ditawarkan? Kasus di Pandeglang menjadi cerminan nyata bagaimana mahalnya biaya pendidikan dapat menjadi penghalang bagi keluarga kurang mampu untuk mengakses pendidikan berkualitas.

Banyak yang berharap agar sekolah-sekolah berbasis agama seperti SD Islam Terpadu lebih fleksibel dalam menetapkan kebijakan biaya, terutama bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Pihak sekolah diharapkan dapat menawarkan bantuan, beasiswa, atau keringanan biaya bagi mereka yang benar-benar memerlukan, khususnya bagi anak-anak berprestasi.

Kisah tiga siswa ini menggugah hati banyak orang. Mereka bukan hanya dihadapkan pada tantangan ekonomi, tetapi juga harus berjuang mempertahankan pendidikan mereka. Orangtua dari siswa yang dipulangkan berharap agar ada kebijakan yang lebih bijaksana dari pihak sekolah. "Kami tidak meminta lebih, kami hanya ingin anak-anak bisa terus belajar dan mengejar cita-cita mereka," kata Defi penuh harap.

Pihak SDIT IC MA dan Yayasan Islami hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait insiden ini. Masyarakat menunggu agar ada kebijakan yang lebih inklusif dan empati dari pihak sekolah untuk memastikan setiap anak tetap dapat mengenyam pendidikan, apapun latar belakang ekonomi keluarganya.

Kasus ini bukan hanya tentang tiga siswa yang dipulangkan, tetapi tentang masa depan pendidikan di Indonesia. Apakah pendidikan berkualitas hanya dapat dinikmati oleh mereka yang mampu secara finansial? Perbedaan antara SD Islam Terpadu dan SD biasa mencerminkan tantangan yang dihadapi banyak keluarga dalam mengakses pendidikan yang diinginkan.

Orangtua yang mempertimbangkan memilih antara SD Islam Terpadu dan SD biasa harus bijak dalam mengevaluasi kebutuhan dan kemampuan mereka. Di sisi lain, sekolah juga perlu menunjukkan kepedulian dan pengertian terhadap situasi ekonomi siswa mereka, sehingga pendidikan bisa menjadi hak semua anak, bukan hanya yang beruntung secara finansial.

Editor : Iskandar Nasution

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network