JAKARTA, iNewsPandeglang.id - Kesehatan mental tak kalah penting dari kesehatan fisik, sebab kesehatan mental menentukan kondisi fisik dan kualitas hidup seseorang. Seseorang dapat dikatakan sehat secara mental apabila dirinya dalam keadaan sejahtera, yakni dapat menyadari potensi diri, bekerja dengan produktif, serta dapat melewati tekanan yang bersifat wajar. Dengan begitu, seseorang dapat berkontribusi di lingkungan atau komunitasnya.
Sayangnya di tengah tingginya populasi orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, hanya segelintir yang sadar akan hal yang dialaminya.
Menurut data yang dilansir oleh Kemenkes pada tahun 2021, tercatat 20 persen dari total penduduk Indonesia mengalami potensi masalah kesehatan mental.
Sementara menurut Organisasi Kesehatan Dunia, (WHO) separuh dari gangguan mental nyatanya bisa bermula pada umur belia, di 14 tahun, namun banyak kasus yang tak terdeteksi dan tak tertangani. Berbagai faktor menjadi pemicu masalah keseimbangan kesehatan mental ini, di antaranya tekanan dalam pekerjaan, masalah keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO mencatat pada 2019 sebanyak hampir satu miliar penduduk dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Angka ini meningkat secara signifikan pada masa pandemi Covid-19.
Sedangkan di Indonesia, dari penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2021 menemukan bahwa mayoritas remaja dan dewasa muda berusia 16 sampai 24 tahun memasuki periode kritis kesehatan mental.
Dalam penelitian yang sama, didapati juga bahwa hampir 96 persen remaja dan dewasa muda mengalami gejala kecemasan (anxiety) dan 88 persen di antaranya mengalami gejala depresi. Dikatakan dr. Fransisca Handy, Ketua dan Founder AKAR (Asosiasi Kesehatan Remaja Indonesia) memang banyak faktor yang bisa mengusik kesehatan mental generasi muda saat ini.
“Biasanya kesehatan jiwa dipengaruhi faktor, mulai dari tingginya tingkat stres di pekerjaan atau perkuliahan, masalah percintaan atau hubungan dengan keluarga dan teman, persaingan lewat sosial media, serta kemampuan untuk mengelola situasi dan emosi yang dirasakan,” kata dr Fransisca dalam keterangan resminya, dikutip Senin (5/12/2022).
“Remaja ini juga biasanya belum tahu cara mengelola stres dengan baik,” sambungnya.
Dokter Fransisca menambahkan, banyak anak muda berkeluh kesah di sosial media atau bercerita pada orang yang salah atau melakukan hal-hal yang terkesan membantu sesaat seperti merokok dan perilaku adiktif lainnya sebagai cara mengelola stress.
Menurutnya, masalah kesehatan jiwa alias mental ini memang masalah yang sangat kompleks dan dilematis dikarenakan stigma yang terlanjur melekat akibat kurangnya pemahaman akan isu ini. Oleh karena itu, pentingnya berhenti sejenak memberikan waktu bagi diri untuk mengenal dan mencintai diri sendiri sangat penting dilakukan.
“Kegiatan-kegiatan seperti mencari pengalaman baru melalui traveling atau eksplorasi hal-hal baru melalui aktivitas liburan dan berwisata bisa menjadi salah satu upaya mengenal dan mencintai diri yang baik,” pungkas dr. Fransisca
Artikel ini juga telah tayang di halaman Okezone.com dengan judul Studi: 88 Persen Anak Muda Indonesia Alami Gejala Depresi
Editor : Iskandar Nasution
Artikel Terkait